Dit. Pontren Kenalkan Nilai-Nilai Kepesantrenan Lewat Strategi Kebudayaan

Dit. Pontren Kenalkan Nilai-Nilai Kepesantrenan Lewat Strategi Kebudayaan

Serpong (Pendis) - Berbagai kegiatan ikut meramaikan acara International Islamic Education Expo (IIEE) 2017. Diantara banyaknya kegiatan, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) menggelar Talk Show "Santri Digital di Era Milenial". Talkshow ini diselenggarakan di gelar di Booth Direktorat PD-Pontren di arena lokasi pameran.

Direktur PD Pontren, Ahmad Zayadi mengatakan, talkshow ini penting sebagai bagian dari strategi kebudayaan yang dipilih untuk mengenalkan tradisi dan nilai-nilai kepesantrenan di ruang publik. "Kami ingin mengkomunikasikan dan mengenalkan tadisi pesantren, nilai-nilai kepesantrenan dengan pendekatan kebudayaan kepada generasi muda era milenial atau ada istilah generasi now," terang Zayadi di lokasi pameran, Rabu (22/11).

Dikatakan Zayadi, Kemenag dalam hal ini Direktorat PD-Pontren terus melakukan upaya kampanye, agar nilai-nilai kepesantrenan dapat terkomunikasikan dengan baik, dan pada akhirnya akan menjadi tradisi dan menyatu dengan budaya masyarakat, sesuai dengan kondisi zamannya. "Nilai-nilai kepesantrenan harus terus di kampanyekan kepada semua kalangan, khsususnya generasi milenial," imbuhnya.

"Dengan strategi atau pendekatan kebudayaan, kampanye tersebut dirasa efektif untuk kalangan generasi milenial, terlebih di era digital," lanjut Zayadi. Di zaman digital, lanjut Zayadi, santri milenial harus akrab dengan teknologi. Sehingga kebudayaan yang ada dalam tradisi pesantren bisa di ejawantahkan dalam kehidupan nyata.

COO Kompasiana Iskandar Zulkarnaen mengatakan, Jika dulu santri dianggap sebagai komunitas kuno yang pekerjaan sehari-harinya hanya mengaji, membaca kitab kuning, dan jauh dari kemajuan teknologi, kini image itu tak lagi berlaku. "Santri di era milenial seperti sekarang tak lagi tabu melihat teknologi, bahkan bisa meniti profesi di berbagai bidang di luar tradisi kepesantrenan seperti guru, ustadz, atau kiai," ujarnya.

Sebagai santri, lanjut pria yang akrab disapa Isjet, tidak ada batasan bagi santri untuk menekuni profesi apa pun. Selepas dari pesantren, santri era digital tidak harus menjadi guru atau ustadz. Pasalnya, santri juga diharapkan bisa berkiprah dalam membangun negeri.

Dikatakan Iskandar, kaum santri harus memanfaatkan kemajuan teknologi, terutama sosial media dan gadget untuk hal-hal positif dan memperluas wawasan. Dengan benteng moral yang dipelajari selama di pesantren, tidak dikhawatirkan santri akan terjerumus ke dalam hal-hal negatif dan dilarang. "Santri harus punya kebebesan berpikir, berwawasan luas. Tidak terpenjara dalam satu paradigma atau satu cita-cita saja," tambahnya. (maryani/dod)


Tags: