Evaluasi Uji Awal Sertifikasi

Evaluasi Uji Awal Sertifikasi

Semarang ( Suara Merdeka ) GURU calon peserta sertifikasi 2012 di Jateng dan juga di provinsi lain kini sedang menunggu hasil uji kompetisi awal (UKA) yang rencananya diumumkan 18 Maret nanti. Dibandingkan dengan sebelumnya, pelaksanaan sertifikasi tahun ini ada perubahan secara signifikan, baik dari sisi substansi akademik maupun proses penetapan peserta.
Kini penetapan peserta dilakukan lewat pemeringkatan yang terintegrasi dengan database dan dipublikasikan secara online, dengan usia sebagai kriteria utama. Penentuan rangking tidak lagi dikelompokkan menurut jenjang pendidikan dan status kepegawaian. Adapun perubahan substansi akademik ditandai dengan dilaksanakannya UKA, yang merupakan produk perbaikan tahun ini, sebelum peserta mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG).
Melihat komponen peserta, materi UKA, dan dasar hukumnya, ada beberapa hal yang perlu dikritisi.
Misalnya terkait kriteria penetapan urutan (ranking) peserta yang mengutamakan usia. Mereka yang berusia lebih tua, menempati rangking lebih atas sehingga program sertifikasi tahun ini didominasi guru berusia di atas 50 tahun dengan masa kerja minimal 25 tahun.
Dengan masa kerja selama ituitu, patutkah kita menilai mereka tidak memiliki kompetensi? Baik kompetensi sosial, kepribadian, pedagogik, maupun profesional. Meski dari sisi kualifikasi, mereka bukan sarjana, tapi tidak berarti kompetensi mereka kalah dari rekannya yang sarjana. Jika mereka sudah meluluskan ratusan siswa, dan melahirkan siswa berprestasi, tapi tidak bisa ikut sertifikasi hanya karena tak lulus UKA, wajar jika guru melalui PGRI meminta pemerintah menghapus UKA.
Dari sisi materi UKA, sebagian peserta mengaku merasa kesulitan kendati pembuat soal sudah menyiapkan soal berkategori sulit, sedang, dan mudah. Namun nuansa bahwa materi dibuat dalam format analisis sintesis tingkat tinggi, dan perlu pemahaman komprehensif, tetap tidak bisa dihindari. Padahal alokasi waktunya relatif singkat.
Peninjauan Kembali
Di sisi lain, peserta, yang didominasi berusia di atas 50 tahun, umumnya tidak memiliki kemampuan membaca dan memahami soal dengan format analisis sintesis tingkat tinggi. Hal ini karena selama ini pemerintah pusat dan daerah kurang memperhatikan kegiatan pembinaan kompetensi guru, baik dalam bentuk lokakarya maupun training of trainers. Akibatnya, banyak guru sepuh yang merasa tertekan karena tidak mampu menjawab materi ujian seperti itu.
Pemerintah, termasuk pemda, memang mengalokasikan anggaran minimal 20% untuk bidang pendidikan. Namun jumlah itu termasuk gaji sehingga untuk belanja kegiatan di luar gaji, jumlahnya kurang dari 20%. Kondisi ini diperparah dengan fakta, bahwa mereka lebih mengutamakan pembangunan sarana/ prasarana pendidikan. Mulai rehab ruang kelas, ruang belajar lain, hingga pembangunan unit sekolah baru. Bahkan ada pemda yang sama sekali tidak mengalokasikan dana untuk kegiatan pembinaan kompetensi guru.
Dari sisi yuridis, pelaksanaan UKA tidak sesuai dengan PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Pasal 12 regulasi itu menyebutkan uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru, dengan menilai kumpulan dokumen yang mendeskripsikan 10 komponen, dari kualifikasi akademik, diklat, pengalaman mengajar, sampai penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan. Jika tidak lulus uji kompetensi melalui portofolio, ia bisa mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru.
Uji kompetensi awal sebenarnya tidak dikenal sebagai syarat untuk ikut program sertifikasi melalui pola PLPG. Karena itu, sebaiknya pemerintah meninjau kembali pelaksanaan uji kompetisi awal, dengan lebih mempertimbangkan saran, masukan, dan aspirasi yang berkembang. (10)

— Drs Adi Prasetyo SH MPd, Ketua PGRI Kabupaten Semarang


Tags: