Gerakan Budaya Redam Radikalisme

Gerakan Budaya Redam Radikalisme

Bandung (Pendis) -  Dalam gelaran Biannual Conference on Research Result (BCRR) di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, pada 3 hingga 5 Desember 2019 ini banyak sekali presentasi penelitian yang disajikan. Dan salah satu presentasi penelitian yang sesuai dengan agenda dan program Kementerian Agama adalah tentang moderasi Islam. Menurut salah seorang peserta, cara efektif menanggulangi gerakan radikal adalah "nguri-nguri" budaya, merawat dan menghidupan budaya lokal atau habituasi budaya lokal.

"Anggapan selama ini deradikalisasi bisa diminimalisir dengan menghadirkan teks keagamaan. Namun ternyata ini malah menimbulkan masalah dikarenakan ia mempuyai ideologi tertentu," papar Ahmad Sihabul Millah, nominator/finalis di Aula Anwar Musaddad UIN SGD, Rabu (04/12/2019).  


Sihab yang merupakan pengajar dan utusan dari Institut  Ilmu Al Qur’an An Nur, Ngrukem, Bantul-DIY dalam papernya yang berjudul "Habituasi Budaya Lokal dalam Rangka Mencegah Radikalisme di Sukoharjo" menambahkan bahwa kebijakan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun masih menggunakan pendekatan keagamaan dalam upaya deradikalisasi.



"Budaya dan adat istiadat adalah salah satu pendekatan yang paling netral terhadap semua hal, sudah ada sejak jaman nenek moyang. Budaya dilaksanakan oleh semua orang tanpa memandang agama dan golongan manapun. Kalau deradikalisasi dengan pendekatan kebijakan dari pemerintah, maka itu tidak mempunyai efek dikarenakan ia sudah apatis dengan kebijakan tersebut," kata alumnus UIN Sunan Kalijaga ini.

Penelitian yang mengambil setting di Komunitas Sanggar Jagat-Sukoharjo ini menurut  Sihab, gerakan radikal itu tidak bisa lepas dari daerah Solo dan Sukoharjo. "MMI, HTI, MTA, FPIS, Laskar Jundulah, Hizbullah, FKM mereka itu bukan hanya lahir namun juga bergerak masif di masyarakat, memberangus dan menggerus budaya lokal sehingga cocok kalau penelitian ini berada di daerah tersebut," kata alumnus PP. Sunan Drajat-Gresik ini.


Lantas, kenapa merawat tradisi bisa meredam radikalisme? Shihab lebih lanjut menerangkan bahwa dengan merawat tradisi maka akan berefek ke ekonomi. "Dengan terus menjaga, merawat dan menjalanakan tradisi n budaya maka akan banyak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) masuk ke masyarakat dan mempunyai dampak terhadap perekonomian warga," cetus master lulusan Universitas Gadjah Mada ini.



Terhadap kemanfaatan penelitian ini, jawab Shihab di  hadapan para reviewer yang merupakan guru besar dari berbagai perguruan tinggi, akan menemukan urgensinya. “Dari paparan tadi alangkah baiknya bila pendekatan deradikalisasi memakai pendekatan budaya bukan pendekatan yang normatif selama ini dilakukan yaitu pendekatan keagamaan yang akan berhenti di teks-teks agama," kata Shibah menutup presentasinya. (maspipo/Hik)


Tags: