Guru Melek Internet

Guru Melek Internet

Senin, 30 Juli 2012, menjadi momen istimewa bagi ribuan guru bersertifikat pendidik di Jateng. Mereka mengikuti ujian kompetensi guru (UKG) online yang dilaksanakan serentak secara nasional, bertahap dari Juli hingga September. Adapun ujian untuk guru yang belum bersertifikat pendidik dimulai tahun depan.
SEKITAR dua minggu sebelum hari H, kenaikan temperatur dunia pendidikan terkait pelaksanaan ujian itu makin terasa. Dari kemerebakan tempat kursus internet, hingga meningkatnya jumlah pengunduh dokumen ujian (pedoman, materi TOT tim UKG online, interface UKG online, dan video tutorial), dan yang pasti: pro dan kontra.
Wacana penolakan sampai pemboikotan ujian pun bergulir dan menjadi topik hangat di media jejaring sosial. Sehari sebelum pelaksanaan, penulis menerima SMS berisi ajakan pemboikotan. Tatkala pelaksanaan hari pertama mengalami kendala teknis, akumulasinya benar-benar sangat terasa di forum diskusi facebook.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah mengeluarkan Maklumat Nomor 900/J30/ KP/2012 tentang Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru 2012. Maklumat itu salah satunya mendasarkan atas hasil konsultasi Kepala LPMP dengan Sekretaris BPSDMPK dan PMP pukul 11.12 lewat telepon.
Transkrip maklumat berisi tiga hal, yaitu jadwal UKG 30 Juli 2012 dipindahkan setelah hari terakhir dari jadwal pelaksanaan di masing-masing kabupaten/kota, jadwal pelaksanaan UKG mulai 31 juli dan seterusnya tidak mengalami perubahan, dan imbauan kepada semua pihak untuk menjaga pelaksanaan ujian tetap kondusif.
Pro dan Kontra
Ruang diskusi dunia maya pun penuh sesak dengan aneka komentar. Di sebuah grup facebook guru, seorang anggota jamiyyah fasbukiyah (meminjam istilah seorang blogger untuk menyebut pengguna facebook) menulis,” Seharusnya UKG online ini sukses, sangat memalukan, kan banyak lulusan sarjana IT, ahli IT, guru IT, kenapa bisa gagal?” Tak terhitung jumlahnya komentar bernada sama.
Di bagian lain grup facebook guru yang penulis ikuti keanggotaannya, seorang guru menulis,” Terima kasih Pak Menteri yang telah membuat kebijakan UKG. Walau hari ini gagal dilaksanakan setidaknya: 1) Sudah membuat jutaan guru melek TI, 2) Telah menggerakkan sektor ekonomi, yang tadinya guru tidak beli laptop sekarang beli, 3) Menggerakkan bisnis sektor TI yang tadinya tak kenal modem jadi beli, tak kenal internet jadi melek internet, 4) Membuat jutaan guru membuka kembali ilmu yang selama ini sudah jarang dibuka. Andai ditotal kerugian hari ini masih lebih banyak untungnya dari cost-nya. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menggerakkan semua itu? Maka tenangkan hatimu Pak Menteri andai hari ini banyak headline mengecammu...”
Sebagai guru yang belum berkesempatan mengikuti sertifikasi karena belum memenuhi kualifikasi, penulis sependapat dengan komentar terakhir.
Lepas dari pro-kontra dan wacana pemboikotan, pemahaman penulis yang terbatas atas pedoman dan aneka dokumen UKG berujung pada kesimpulan sederhana: UKG adalah sebuah evaluasi.
Di ruang kelas, guru terbiasa mengevaluasi peserta didik. Aneka cara dan metode pun bisa dilakukan, termasuk pemilihan tindak lanjutnya: perbaikan bagi peserta didik yang belum mencapai ketuntasan minimal atau pengayaan bagi yang telah mencapainya.
Guru pun tak asing dengan evaluasi atas kinerjanya sebagaimana dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas.
Bila kendala teknis UKG online pada hari pertama merupakan hal yang sebelumnya tidak diprediksi dan bahkan tidak diantisipasi, menurut penulis, evaluasi atas program ini adalah sebuah keniscayaan. Sebaliknya, di atas semua itu, evaluasi bagi guru, baik kinerja maupun prestasi, merupakan hal yang lumrah dan wajar, sebagaimana rutinitas guru mengevaluasi peserta didik. (10)

– Dzakiron, Koordinator Formulasi Kabupaten Pekalongan, guru Pendidikan Agama Islam SDN Tanggeran Kabupaten Pekalongan


Tags: