Saifuddin A. Rasyid (Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Saifuddin A. Rasyid (Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Setiap memasuki tahun baru, yaitu tanggal 3 Januari setiap tahun Kementerian Agama (Kemenag) memperingati Hari Amal Bakti (HAB). Tahun 2024 ini HAB yang ke 78, yaitu terhitung sejak terbentuk Kemenag 3 Januari 1946.

Mengusung tema Indonesia Hebat Bersama Umat, apel HAB tahun ini – seperti yang terjadi di lapangan rektorat UIN Ar-Raniry Banda Aceh 3 Januari 2024 pukul 8 pagi sampai selesai -- tampak khidmat diikuti oleh seluruh civitas akademika, warga kampus ASN UIN Ar-Raniry, sebagai wujud tanggung jawab mereka kepada institusi pendidikan tinggi kebanggaan dalam lingkungan Kemenag ini. HAB 78 ini juga terasa khusus mengingat kita sedang memasuki tahapan inti tahun politik dimana Indonesia menyelenggarakan pemilu 2024.

Prof Mujiburrahman, rektor UIN Ar-Raniry, dalam amanat tertulis Menteri Agama, antara lain menyampaikan beberapa capaian yang telah diukir Kemenag, khusus terkait dengan program program prioritas Menteri Agama, seperti moderasi beragama, digitalisasi institusi satuan kerja, kemandirian pondok pesantren, kerukunan antar umat beragama. Ini disebut diantara wilayah program prioritas yang telah mulai tampak ke permukaan keberhasilannya. Moderasi beragama disebutkan telah menjadi tema yang diminati dan diserap sebagai ruh yang masuk dalam segenap perilaku insan umat beragama di tanah air.

Moderasi beragama
Bila mengukur berdasarkan pengalaman di UIN Ar-Raniry, dengan peran Rumah Moderasi Beragama (RMB) yang dibentuk sejak tahun 2018, yang kemudian diperkuat berdasarkan keputusan rektor menjadi Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) sejak Juni 2023, moderasi beragama ini telah berhasil masuk sebagai tema yang menarik dan demikian akrab di telinga insan kampus di ujung sumatera itu.

Memang terkesan pada awalnya moderasi beragama termasuk tema berat. Setidaknya di kalangan beberapa dosen yang cenderung idealis dan sangat berhati hati dalam sikap dan pemikirannya. Pesan yang ditangkap seakan moderasi beragama adalah upaya simplifikasi ajaran agama, khususnya Islam. Sehingga ajaran Islam menjadi kabur dan dicampur aduk dengan ajaran agama lainnya. Ini salah persepsi, tentunya. Bahkan Islam dipersepsikan diorientasi ke ke bentuk “agama baru”, islam nusantara, tentu dengan persepsi mengenai islam nusantara yang juga keliru. Jadi ini tema berat, pada awalnya. Berat pula diterima menjadi tema diskusi, kecuali atas instruksi Rektor dan Menteri.

Saat ditunjuk sebagai Kepala PKMB UIN Ar-Raniry, saya juga rada remang remang. Maju mundur. Menerima, berat. Mau menolak, ini apresiasi pimpinan. Mulai bergerak dengan dasar format moderasi beragama dengan standar yang dicontohkan oleh Baginda Nabi SAW dan para sahabatnya, serta para ulama yang mempromosi konsep islam wasatiyah, saya pribadi mulai menemukan energi dan cakrawala yang jelas bahwa gerakan moderasi beragama tidak untuk mensimplifikasi apalagi menjerumuskan diri dalam langkah mencampuraduk agama. Konsep ini secara secara sangat jelas juga terkonfirmasi oleh ustaz Lukman Hakim Saifuddin (LHS) melalui beberapa referensi moderasi beragama karya beliau yang dapat diakses secara mudah. Bahkan saat beliau tampil dalam diskusi khusus yang kami gelar bersama LHS di UIN Ar-Raniry September tahun lalu.

Dari pengalaman pribadi ini spiritnya saya kloning dalam setiap perbincangan mengenai moderasi beragama. Memang tema ini secara proaktif kita angkat terus menerus ke permukaan dalam diskusi di group group dosen dan tendik. Bahkan satu dua dosen yang sangat kritis dan tajam pemikirannya dalam melihat konsep dan gerakan moderasi beragama ini pada akhirnya mengulurkan tangan menyatakan “kalau demikian, dengan mengikut format islam wasathiyah atas dasar standar yang dicontohkan oleh Nabi SAW ya moderasi beragama sangat bagus”.

Seperti yang LHS sampaikan, memang siapa kita yang berani mengutak atik prinsip ajaran agama? Yang kita kelola adalah cara kita memahami dan menjalankan ajaran agama dengan tujuan untuk menciptakan keharmonian hidup berbangsa di tanah air yang kita cintai ini.
 

Politik Identitas
Sesuai yang disampaikan dalam amanat Menteri Agama, bahwa insan Kemenag dalam menghadapi tahun politik ini, harus netral. Tidak memihak. Terlebih mereka diminta untuk berdiri didepan memberikan pelayanan terbaik dan mempromosi sikap anti politik identitas. Sebagaimana dikatakan Menag, bahwa politik identitas sangat berbahaya bagi keutuhan negara karena dapat berorientasi pada perilaku disharmoni umat beragama bahkan disintegrasi bangsa.

Politik identitas memang tidak sejalan dengan dasar negara ini, karena Indonesia tidak menganut sistem negara agama. Sudah menjadi common platform bahwa negara kita tidak didirikan atas dasar agama. Tidak pula atheis, tanpa agama. Tapi diikat dalam konsensus politik, pancasila, yaitu format yang digali dari norma yang hidup dalam akar budaya bangsa Indonesia. Atas dasar prinsip inilah pesta demokrasi dijalankan.

Jadi politik identitas yang harus dihindari adalah langkah politik yang mempromosi agama atau ideologi lain, selain pancasila, sebagai dasar negara. Bukan berarti umat beragama tidak dapat menetapkan pilihan politik atas dasar keyakinan masing masing warga bangsa. Pilihan politik adalah pilihan pribadi, tetapi aktifitas politik yang melibatkan orang lain untuk mencapai tujuan atau pilihan pribadi itu – sesuai yang dapat dimaknai dari amanat Menteri Agama -- tentu termasuk hal yang perlu dihindari oleh ASN Kementerisn Agama. Pastinya juga dihindari oleh ASN dari kementerian manapun. ASN menjaga netralitas tetapi tidak dilarang untuk menyalurkan aspirasi pribadi.

Adalah merupakan hal penting bagi setiap pribadi ASN, termasuk ASN di lingkungan Kemenag yang beragama Islam, untuk mengedepankan kecerdasan dan kearifan dalam memasuki tahun politik ini. Yaitu kecerdasan dan kearifan yang tersimpul dalam tekad menjaga diri tetap dalam prinsip dan nilai nilai Islam dan tercermin dalam perilaku akhlak islami. Bagi kita umat islam, pesta demokrasi ini kita sikapi sebagai satu momentum untuk mencontohkan penerapan nilai nilai islami dan mencapai hasil maksimal yaitu terpilihnya para pemimpin di berbagai lini yang sejalan dengan nilai dasar pancasila.

Jadi mengambil bagian untuk mendukung dan berpartisipasi dalam aktifitas demokrasi untuk menyukseskan pemilu tahun ini bagi setiap pribadi adalah terbilang ibadah, tentu bila itu atas dasar niat karena Allah untuk kebaikan negeri ini. Kita harus memastikan diri terhitung dalam catatan Allah SWT sebagai orang yang mengambil bagian terdepan dan bertekad memilih para pemimpin terbaik yang sesuai dengan cita cita pembangunan umat dan bangsa ini kedepan.

Mengabaikan kesempatan ini merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan upaya membangun jalan baik menuju kehidupan Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Bila nanti terpilih para pemimpin yang tak sejalan dengan cita cita itu, maka janganlah sampai menyesal oleh karena kealpaan kita dalam menguatkan barisan kebaikan. Dari sudut pandang ini dapat kita pahami dengan baik anjuran MUI bahwa warga bangsa ini, khususnya umat islam, diminta mengambil bagian untuk ikut menyukseskan pemilu dan tidak mengambil jalan golput dalam pesta demokrasi ini. Silahkan pelajari untuk menetapkan pilihan terbaik dan kemudian bertawakkal kepada Allah. Tanyalah pada hati nurani masing masing.

Membangun komunikasi yang santun sesuai akhlak islami adalah juga faktor yang sangat penting sepanjang tahun politik ini. ASN perlu berada di garda terdepan dalam menjaga suasana tenang, adem dan harmonis. Ingatkan para kontestan, timses dan para pendukung agar menghindari kata kata kasar dan saling menyerang pribadi karena hal itu dapat menjurus ke praktik ghibah, namimah, bahkan fitnah. Imbalannya sudah dapat kita pahami bersama yaitu dosa besar.

Ingatkan pula bahwa pembuatan dan penyebaran berita bohong atau hoaks adalah juga tindakan yang sangat merugikan. Itu juga tergolong dosa besar. Ajak mereka santun dalam berpolitik, utamakan akhlak dalam berkata kata dan tindakan. Dengan berpedoman kepada tuntunan Rasulullah SAW, dan mengikuti anjuran MUI, termasuk tausiyah MUI melalui fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017, bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.

Di samping itu ada ketentuan yang perlu dipedomani yaitu undang undang nomor 19 tahun 2016 mengenai Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur secara kuat bagaimana cara kita mengelola informasi yang ada di tangan kita. Undang undang ini tak luput memuat ancaman penjara dan denda signifikan bagi siapa yang dinyatakan bersalah. Berhati hatilah menjaga diri dari jebakan keburukan dalam menempuh jalan jalan kebaikan di tahun politik ini. []

Saifuddin A. Rasyid:
Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Banda Aceh

 

 


Tags: # HAB78