Hasil Riset Masih Sebatas Publikasi

Hasil Riset Masih Sebatas Publikasi

JAKARTA (Suara Merdeka)- Hasil-hasil riset di Indonesia masih sebatas publikasi. Sedemikian banyak hasil riset oleh para peneliti dan inovator yang bermutu, tetapi belum dapat diaplikasikan karena hasil-hasil riset itu berhenti setelah dipaparkan di jurnal-jurnal ilmiah.

Agar hasil penelitian bisa dimanfaatkan masyarakat luas, dibutuhkan perombakan desain besar pada dunia riset di Indonesia. Demikian antara lain pokok pikiran yang dikemukakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir dalam diskusi saat berkunjung ke Kantor Perwakilan Suara Merdeka di Jakarta, Senin (26/1). M Nasir ditemui Wakil Pemimpin Redaksi Gunawan Permadi, Direktur Sales dan Marketing Eri Kuncoro, serta jajarannya.

"Indonesia memiliki banyak peneliti andal. Indonesia memiliki banyak riset bagus dan bermutu. Namun, peneliti andal justru dipakai di luar negeri, sementara hasil-hasil penelitian kita tidak diketahui oleh masyarakat dan terutama kalangan industri yang semestinya dapat memanfaatkan," kata Menristek. Kegagalan aplikasi itu dipengaruhi banyak faktor.

Karena itu, Kementerian Ristek dan Dikti di bawah kepemimpinannya akan menerapkan kebijakan hilirisasi dan komersialisasi riset. "Kami sedang memetakan riset di negeri ini. Perguruan tinggi harus diwujudkan sebagai penghasil riset. Hal itu memerlukan banyak perubahan, mulai dari kurikulum pendidikan tinggi, budaya riset dan inovasi, hingga kualitas pengajar dan mahasiswa," paparnya.

Dalam kerangka mapping itu, riset dapat dikategorikan dalam technology readiness level (TDL) dan economic readiness level (EDL). Pada TDL, hasil riset sudah mampu mewujudkan prototipe, sedangkan pada EDL. hasil riset sudah dapat digunakan dalam aplikasi komersial. Mapping itu, dia menambahkan, harus didasari konsep link and match antara pendidikan tinggi dan dunia industri.

Pengetatan

"Artinya, akan ada pengetatan dan kontrol terhadap mutu pendidikan tinggi. Tahun ini saja kami akan menutup 291 program studi yang dinyatakan tidak terakreditasi. Setiap tahun akan dievaluasi apa saja program studi yang tidak layak," tandasnya.

Dia mencontohkan, Tiongkok dengan 1 miliar lebih penduduk memiliki sekitar 3.000 perguruan tinggi. Di Indonesia, dengan penduduk sekitar 250 juta, jumlah perguruan tinggi juga sekitar 3.000. "Ke depan, pemerintah akan lebih ketat, karena tidak sekadar kuantitas yang diperlukan," tambahnya. Terkait kemampuan inovasi teknologi, Menristek menegaskan, kemampuan para ilmuwan tidak kalah.

Ada banyak terobosan seperti temuan teknologi pembenihan menggunakan daun, teknologi pembibitan padi Sidenuk yang dihasilkan Batan, dan banyak lagi. "Temuan-temuan luar biasa itu hanya akan tersimpan di lemari peneliti jika tidak diaplikasikan hanya karena ketidaksesuaian kebutuhan, anggaran, dan faktorfaktor penerapan lainnya," jelasnya. (gn-37)


Tags: