Intelektualitas Harus Dikawal Budi Pekerti

Intelektualitas Harus Dikawal Budi Pekerti

JAKARTA (Suara Karya): Sistem pendidikan nasional harus mampu memberikan kontribusi optimal bagi upaya pembangunan karakter bangsa yang berbudaya. Ini dalam rangka mengangkat derajat bangsa. Modernisasi dan pengaruh-pengaruh eksternal yang bersifat internasional, di sisi lain, juga tidak dapat dihindari.
"Tapi harus diingat, dan harus menjadi concern kita semua bahwa modernisasi dan meraih sesuatu yang bersifat internasional, tidak berarti dan tidak seharusnya meninggalkan kebudayaan dan tatakrama trandisonal yang baik dan benar," kata Ketua Tim 17 Alumni Pergururuan Cikini (Alpercik) Setia Dharma Madjid, di sela sela Deklarasi Sekretariat Bersama (Sekber) Alpercik, di Jakarta, Minggu (11/3).
Dalam kerangka demikian, menurut Setia Dharma, budi pekerti akan dapat menjadi pengawal yang efektif, agar internasionalisasi dan modernisasi tersebut tidak kebablasan kehilangan nilai-nilai keindonesiaan, dan tatakrama tradisional. Internasionalisasi dan modernisasi harus tetap berada dalam koridor kebangsaan.
Itulah sebabnya, kalangan pemerhati pendidikan yang tergabung dalam Sekber Alpercik memandang penting untuk meningkatkan kepedulian terhadap unsur budi pekerti sebagai bagian utama dalam sistem pendidikan.
"Bahkan, mereka telah menyusun sebuah rancangan besar (grand design) gerakan nasional Peduli Budi Pekerti, untuk kembali menggugah semua kalangan agar tetap dan kembali peduli terhadap pengawal sistem pendidikan nasional ini. Target akhir dari gerakan ini adalah manusia Indonesia yang unggul," kata Setia Dharma.
Sementara itu, Ketua Umum Alpercik Fadjar Sofyar menambahkan, saat ini pendidikan semakin pincang karena secara nyata telah mengenyampingkan pendidikan budi pekerti. Kurikulum saat ini telah secara sengaja lebih mengarahkan sistem pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah, mengutamakan aspek pengetahuan dan kemampuan akademis.
Hal ini terlihat dari keberhasilan pendidikan yang hanya diukur dari prestasi akademis peserta didik, seperti nilai, olimpiade, maupun kompetisi. "Akibatnya, anak memang semakin pandai, pintar dan memiliki intelektualitas yang tinggi. Tetapi semakin kehilangan nilai budi pekerti," katanya.
Ketua Tim Penyusun Grand Design Gerakan Nasional Peduli Budi Pekerti Sekber Alpercik Alfianto menambahkan, saat ini kurikulum sekolah sangat minim materi yang menguatkan etika dan membentuk perilaku sosial yang positif. "Dampaknya adalah anak generasi sekarang cenderung tidak nampak etika maupun penghargaannya akan nilai budaya, ini bisa menjadi awal hilangnya jati diri sebagai bangsa Indonesia," katanya.
Sekber Alpercik melihat perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang memprihatinkan. Korupsi merajalela dan sangat sistemik merusak berbagai sendi kehidupan rakyat.
Simbol Indonesia menjadi salah satu negara yang tingkat korupsinya paling tinggi di Asia Pasifik di tunjukkan oleh berbagai penelitian oleh banyak lembaga salah satunya adalah data Political & Economic Risk Consultancy (PERC) - Hongkong periode 2008-2010. Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah etika politik dan budaya malu yang nyaris "punah" dalam penyelenggaraan pemerintahan ataupun sektor lainnya. (Singgih BS)


Tags: