Kelemahan Siswa SMA pada Pelajaran Biologi

Kelemahan Siswa SMA pada Pelajaran Biologi

YOGYA (KR) - Diperlukan banyak metode penilaian untuk dapat mengukur keberhasilan belajar. Penilaian pembelajaran sains difokuskan kepada keberhasilan peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang terkait dengan proses saintifik dalam sains. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan kinerja yang memuat dua aspek keterampilan, yakni keterampilan kognitif dan keterampilan sensormotorik. Demikian diungkapkan Prof Dr Bambang Subali, MS dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar bidang Ilmu Penilaian Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Pidato berjudul ‘Pemanfaatan Classroom Assesment for Learning dalam Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik dalam Menempuh Ulangan Umum serta Ujian Sekolah dan Ujian Nasional’ itu dibacakan dihadapan rapat terbuka Senat UNY di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Selasa (28/2). Prof Bambang Subali merupakan guru besar UNY ke-112 dan guru besar Fakultas MIPA ke-19. Lebih lanjut dijelaskan, rendahnya penguasaan keterampilan proses sains dalam mata pelajaran Biologi di SMA dapat dilihat dari hasil penelitian yang menggunakan model pengukuran pola divergen. Penelitian tersebut melaporkan bahwa tidak adanya peningkatan penguasaan keterampilan proses sains yang sejalan dengan peningkatan jenjang kelas. ”Hasil penelitian menggunakan item pengukur keterampilan divergen beserta modifikasinya menjadi item pengukur kreativitas menghasilkan sejumlah item ditengarai bisa berdasarkan lokasi dan jenjang kelas,” jelas Bambang. Hal ini, lanjutnya, dimaknai dari sisi pembelajaran dapat diartikan adanya perbedaan pengalaman yang diperoleh peserta didik antarlokasi dan antarkelas. Oleh karena itu, perlu adanya upaya guru meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berlatih berpikir divergen dan kreatif. Kelemahan peserta didik pada mata pelajaran Biologi di SMA tidak hanya dalam penguasaan keterampilan proses sains tetapi juga pada penguasaan produk sains. Hal ini dapat dilihat pada kegagalan peserta didik penyelesaian ujian bentuk uraian non-objektif dalam mengikuti Trends in International Mathemati cs and Science Study (TIMSS). ”TIMSS 2003 menunjukkan Indonesia memperoleh skor rata-rata 420,221 dan menduduki urutan 37 dari 46 negara peserta dan tahun 2007 dengan melibatkan siswa kelas VIII untuk Matematika dan IPA berhasil menempati urutan ke-35 dari 48 negara,” lanjutnya. Oleh karenanya Bambang menilai bahwa tindakan penilaian untuk menemukenali kemajuan belajar peserta didik sekaligus harus diartikan sebagai tindakan untuk menemukenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Upaya menemukenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar merupakan langkah penting dalam menerapkan assessment for learning. Dikatakan pula classroom assessment for learning diterapkan tidak hanya didasarkan pada hasil pengujian secara formal melalui ulangan. Tapi didasarkan pada semua informasi yang berkait dengan keadaan peserta didik selama pembelajaran dan dihimpun dengan berbagai teknik serta bersifat menyatu dengan strategi pembelajaran. Selain itu penetapan nilai akhir diberikan kepada peserta didik setelah dilakukan semua bantuan diberikan selama berlangsungnya proses pembelajaran. (Ben)-o


Tags: