Kurikulum Baru, Siapa Takut?

Kurikulum Baru, Siapa Takut?

Pemerintah selalu merasa pada pihak yang benar, dan seperti menyudutkan guru, siswa, dan pihak lain ” ” KURIKULUM 2013, mengapa harus takut? Ya, inilah saatnya kita “melihat pemberlakuan” Kurikulum 2013 yang mengundang pro dan kontra. Sesungguhnyalah tak ada yang perlu ditakutkan. Pertama; informasi tentang kurikulum baru itu dapat diakses secara onlinetiap saat.

Kedua; pemberlakuan kelas terpilih dan sekolah terpilih menjadi kebijakan pada tahun pertama, Ketiga; pelatihan-pelatihan sudah dilaksanakan. Keempat; buku pegangan sudah disiapkan. Lalu silabinya pun sudah disiapkan. Jadi tidak ada alasan untuk takut atau khawatir. Mari kita songsong Kurikulum 2013 dengan kepala tegak dan “kegembiraan”. Tak Ada Alasan Pelaksanaan kurikulum baru hakikatnya bukanlah suatu perubahan besar dalam dunia pendidikan yang harus dikhawatirkan, apalagi ditakutkan. Mengapa? Selain alasan-alasan di atas, pemberlakuan juga pada kelas terpilih dan sekolah terpilih.

Pada tiap jenjang, yang terpilih adalah SD kelas I dan IV, jenjang SMP kelas VII, dan jenjang SMAkelas X. Sekolah yang memberlakukan adalah yang secara fisik, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM)- nya sudah siap, termasuk gurunya. Maka dipilih terutama eks RSBI, dan sekolah yang sudah dinilai siap meskipun bukan eks RSBI. Sekolahsekolah itulah yang dinilai sudah mempunyai sarana dan prasarana serta SDM memadai.

Dengan kondisi itu, jelas di tiap kabupaten/ kota dalam tiap provinsi, yang memberlakukan Kurikulum 2013 adalah sekolah dengan kriteria-kriteria tersebut. Secara bertahap, sambil terus berefleksi dan melakukan pembenahan belajar dari pelaksanaan tahun pertama, Kurikulum 2013 akan diberlakukan untuk semua jenjang dan semua sekolah, — tentu secara bertahap— dengan dukungan sarana dan prasarana yang difasilitasi pemerintah. Mengapa sarana dan prasarana serta SDM perlu dipersiapkan “lebih”, karena Kurikulum 2013 memuat pelajaran “peminatan” yang memungkinkan siswa memilih minat berbeda- beda, dan ini perlu penyediaan sarana yang menunjang dan memadai.

Bahkan moving kelas menjadi salah satu alternatif yang harus dilakukan sehubungan dengan mata pelajaran peminatan tersebut. Pelatihan-pelatihan sudah dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari penyiapan narasumber tingkat nasional. Narasumber ini adalah pakar-pakar yang terlibat dalam penyusunan Kurikulum 2013. Mereka akan melatih instruktur nasional, yang nantinya melatih guru inti dan guru sasaran. Guru inti terdiri atas kepala sekolah dan pengawas, serta guru yang ditugasi dan memenuhi syarat.

Guru sasaran adalah guru mata pelajaran terpilih di kelas terpilih dari sekolah terpilih yang akan melaksanakan Kurikulum 2013. Guru inti inilah yang nantinya mendampingi guru sasaran dalam pelaksanaan pembelajaran. Liminalitas Kurikulum 2013 Buku pelajaran dan silabi juga sudah disiapkan, tinggal bagaimana guru mempelajari dan membangun semangat melaksanakan dengan positive thinking. Kalau kemudian kita berpikir, “Kan hasilnya belum tentu, dan masih banyak kekurangan di sana sini”, marilah kita balik logika itu, “Tidak ada hasil yang sempurna”, dan suatu perubahan pasti menuntut konsekuensi-konsekuensi.

Dalam suatu perubahan pasti terjadi kondisi- kondisi yang ambigu, kebingungan akan sebuah “identitas”. Itu pasti, di mana pun dan menyangkut perubahan apa pun. Akan tetapi suatu saat akan menuju pada situasi kemapanan. Situasi inilah yang oleh Victor Turner (1977) dipakai untuk menganalisis perubahan ritus kehidupan masyarakat Ndembu di Afrika. Menganalogikan ritus kehidupan tersebut dengan ritus “kehidupan persekolahan”, sepertinya hal ini bisa dipahami.

Masyarakat, dalam hal ini sekolah, pasti akan mengalami suatu masa yang di ambang pintu “tidak di sini, juga tidak di sana”. “Satu kaki” harus segera melaksanakan ritus Kurikulum 2013, sementara “satu kaki lainnya” masih pada ritus kurikulum lama. Kondisi inilah yang dinamakan “antistruktur”, kondisi liminal yang menimbulkan keambiguan. Namun seiring dengan berjalannya waktu ritus Kurikulum 2013, keliminalan itu akan membawa pada situasi “struktur baru”, yang oleh Turner disebut sebagai fase “post liminal”, fase “kemapanan dalam struktur baru”. Bagaimana kemapanan struktur baru itu terjadi? Seiring berjalannya waktu pelaksanaan ritus baru, yakni Kurikulum 2013, semua pihak akan melakukan refleksi, merekonstruksi ritus pelaksanakan pembelajaran sesuai dengan kurikulum tersebut.

Tentu saja refleksi dan rekonstruksi itu disertai semangat positif bahwa “ritus baru” yakni Kurikulum 2013 adalah pilihan yang dianggap baik untuk membuat ritus kehidupan baru yang lebih baik di bidang pendidikan. Jadi bukannya membabi buta mengatakan, “Pokoknya Kurikulum 2013 yang terbaik”. Bukan begitu, namun tetap ada refleksi dan rekonstruksi sejarah perkurikuluman. Maka dengan semangat dan niat baik, mari kita melaksanakan ritus baru Kurikulum 2013. The show must go on. Jadi, siapa takut? (10)

— Tri Marhaeni Pudji Astuti, Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Unnes, anggota Tim Penyusun Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Antropologi


Tags: