Masa Depan Bahasa Jawa

Masa Depan Bahasa Jawa

MASYARAKAT Jawa saat ini seolah kehilangan identitas. Itu karena bahasa Jawa sebagai bahasa ibu yang sarat kearifan dan nilai-nilai filosofis sudah jarang digunakan masyarakat dalam komunikasi sehari-hari.

Bukan hanya kalangan tua, melainkan juga anak-anak dan remaja. Tidak hanya daerah perkotaan, tetapi sudah merambah ke daerah pedesaan yang dahulu menjadi basis atau penyangga bahasa Jawa.

Fenomena itu juga diperkuat hasil penelitian oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO menyebutkan, pada akhir abad 21 sekitar 700 bahasa daerah di Indonesia terancam punah.

Banyak faktor yang menyebabkan bahasa daerah terancam punah, antara lain terjadinya peperangan, bencana alam, perkawinan antar-suku, dan urbanisasi.

Kondisi demikian jika hanya dibiarkan tanpa ada upaya untuk menanggulangi, akan membawa posisi bahasa daerah menuju ke arah "kepunahan permanen".

Tidak ada pilihan bagi kita selain menggalakkan pelestarian bahasa Jawa. Upaya pelestarian tersebut memerlukan peran aktif masyarakat, baik di lingkungan formal maupun non-formal.

Lebih dari itu, dunia pendidikan dituntut untuk mengajarkan bahasa Jawa secara menyeluruh dan menyentuh tingkat kesadaran anak didik.

Jangan sampai Lepas

Kesadaran itu tentu harus memperhatikan beberapa sikap, seperti handarbeni, merupakan sikap rasa ikut memiliki, artinya memiliki bahasa Jawa sebagai harta warisan yang adiluhung dan tidak ternilai harganya.

Kedua, hangrungkebi, yaitu apa yang kita miliki bersama jangan sampai terlepas. Sembari membenarkan ucapan Prof Zoetmulder, Javanis dari negeri Belanda yang justru hangrungkebi bahasa Jawa selamanya.

Itulah mengapa kita sangat perlu melestarikan dengan menebalkan rasa jangan sampai bahasa Jawa terlepas sirna, hilang kertaning bumi.

Ketiga, hamulat sarira hangrasa wani, memiliki rasa mawas diri dan berintrospeksi diri. Berani dengan ksatria untuk mengakui kesalahan/kelemahan diri.

Beritan dengan bahasa Jawa adalah sebagian besar dari kita selama ini telah secara sembrono meremehkan bahasa Jawa dan lebih menomorsatukan budaya dan bahasa milik orang lain.

Sudah saatnya, masyarakat Jawa menyadari kehilangan bahasanya sebagai kehilangan identitas. Jika terlambat, 20-30 tahun ke depan, bahasa Jawa hanya akan menjadi wacana sejarah bagi anak cucu kita.(75)

Nurcholish, guru SDN Duwet Wonosari Yogyakarta


Tags: