Memaknai Ultimatum Mendiknas

Memaknai Ultimatum Mendiknas

PERUBAHAN mekanisme penyaluran dana BOS 2011 melalui APBD (tidak langsung ke sekolah), mulai menuai masalah. Sejumlah Pemkab/Pemkot hingga saat ini dengan berbagai dalih, belum menyalurkan dana itu ke sekolah. Padahal, juknis dan juklak sudah disampaikan Mendiknas sebelum perubahan diberlakukan.

Akibatnya, banyak kepala sekolah yang resah, bingung, dan stres. Bahkan, ada yang terpaksa cari talangan agar roda sekolah tetap bisa berputar. Namun, tidak sedikit pula sekolah yang harus menutup beberapa pos kegiatan, karena belum cairnya sumber finansial vital itu.

Atas kondisi itu, jelas siswalah yang paling dirugikan, sebab mereka tidak dapat menikmati apa yang seharusnya sudah menjadi haknya. Lalu, sampai kapan sekolah dibelenggu dalam dilema itu? Efektifkah program sekolah gratis selama ini? Bagaimana pula dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan? Sederet pertanyaan kritis lain dapat saja ditambahkan. Namun, yang terpenting adalah apa upaya pihak penentu kebijakan agar dana BOS segera dicairkan ke sekolah.
Komitmen Menindaklanjuti masalah itu, Mendiknas akhirnya mengultimatum Pemkab/Pemkot harus mencairkan dana BOS ke sekolah dalam pekan ini. Bila tidak, mereka akan diberi sanksi finansial berupa pengurangan anggaran daerah atas persetujuan Mendagri dan Menkeu.

Ada dua makna yang layak direfleksi. Pertama, belum cairnya dana BOS ke sekolah menunjukkan indikator masih rendahnya komitmen para pemimpin daerah terhadap persoalan pendidikan.

Fakta menunjukkan, pemimpin daerah yang berkomitmen tinggi pada pendidikan mampu mewujudkan program-program propendidikan, seperti menetapkan anggaran minimal 20% dari dana APBD untuk sektor pendidikan dan merealisasikan program sekolah gratis yang sudah dicanangkan Kemendiknas. Sejumlah terobosan bidang pendidikan pun mampu diwujudkan demi kepentingan anak-anak bangsa dan negeri tercinta ini.

Kedua, dana BOS bisa menjadi tolok ukur akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran pendidikan. Fakta juga menunjukkan, besarnya anggaran pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan. Bahkan, sebaliknya, ia menjadi lahan yang rawan disalahgunakan. Karena itu, komitmen berbagai elemen bangsa akan ikut menentukan terwujudnya amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. (37)

-- Supriyono SPd, guru SMP Negeri 17 Semarang


Tags: