Fauzi
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan
UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Fauzi Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

(Supaya penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tetap dapat dilaksanakan, kita membutuhkan sikap toleran. Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh toleransi yang paripurna. Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas)

Kita bisa belajar dari ungkapan sederhana Rolf Dobelli dalam bukunya The Art of the Thingking Clearly (2020) yang menjelaskan bahwa usia kita sebagai manusia sangat terbatas. Tapi, buku-buku yang terbit setiap harinya sangat tidak terbatas. Jadi, kita sangat tidak mungkin untuk bisa membaca semua buku sepanjang hidup kita. 

Terus, apa yang harus kita lakukan? Tentu saja, pilihlah buku yang kita suka, bacalah isinya. Jika buku itu tidak bermakna, maka singkirkan. Jangan dibaca karena akan membuat hidup kita tidak bermakna. 

Tapi, jika buku yang kita pilih dan baca bermakna, mampu memperkaya kebaikan dan kehidupan kita, maka bacalah dengan sungguh-sungguh sampai selesai. Tidak hanya itu, jika sudah dibaca, maka simpanlah buku itu dalam tempat yang istimewa. Katakan dalam hati, bahwa esok saya akan membaca buku itu lagi.

Kenapa? Karena buku itu pasti akan terus bisa memperkaya kebaikan dan kehidupan kita. Akan terus memberikan ajaran kehidupan yang baru selesai setiap kita membacanya. Akan terus membuat kita menjadi orang baik dalam kehidupan yang terus tereduksi dan terdegradasi. 

Demikianlah juga dalam kehidupan beragama kita. Setiap hari kita pasti disuguhkan beragam peristiwa keagamaan dalam keseharian kita. Mulai dari peristiwa saling ejek antargolongan, kekerasan berkedok agama, eksploitasi kepercayaan keagamaan masyarakat, hingga ekonomisasi atas nama agama. Dan tentu masih banyak lagi.

Dan setiap peristiwa beragama yang kita baca dan saksikan pasti akan membangun perspektif, pengetahuan, stigmatisasi, hingga rasa dan makna yang pasti akan mempengaruhi hidup kita. Jika kita terjebak dalam keingintahuan yang salah, mengkonsumsi peristiwa yang memberikan informasi beragama salah dan tidak bermakna, maka marwah keimanan dan keislaman kita pun akan tereduksi dan pelan-pelan luntur.

Untuk itulah, dalam usia kita yang terbatas, dengan kenyataan kita tidak mungkin membaca dan memaknai semua peristiwa keberagamaan yang berkelindan di sekeliling kita, baik langsung maupun melalui sosial media, kita tidak boleh mengikuti, larut, dan terseret dalam semua peristiwa keberagamaan yang tidak memberikan makna hidup pada kita. 

Kita harus mampu menyeleksi: memilih dan memilih beragam peristiwa keberagamaan yang baik buat kita. Peristiwa yang bisa semakin meneguhkan keimanan dan kebaikan kita dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Salah satu peristiwa keberagamaan yang harus terus kita baca dan maknai adalah peristiwa toleransi beragama yang banyak diekspresikan oleh masyarakat kita. 

Misalnya, peristiwa toleransi beragama yang diekspresikan warga yang saling bersilaturahmi di sepanjang jalan pedusunan saat perayaan Idul Fitri di Dusun Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/5/2022). Dusun yang dihuni sekitar 700 warga ini memeluk beragam agama antara lain Islam, Kristen dan Budha (Laman Kemenag).

Peristiwa warga yang mengenakan baju muslim serta lainnya berpakaian umat Hindu tampak berboncengan menggunakan sepeda motor menyusuri jalan Desa Nglinggi, Selasa (31/5/2022). Keduanya diketahui hendak menuju rumah ibadah masing-masing. Sesekali mereka bercanda di tengah jalan (Laman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah).

Peristiwa masyarakat Desa Tlogosari, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, yang menganut berbagai agama, diantaranya Islam, Kristen, dan Katholik. Masyarakat desa memiliki rasa toleransi yang sangat tinggi. Tidak heran jika desa Tlogosari bisa dikatakan sebagai representasi atau cerminan dari Nusantara. Meskipun berbeda-beda baik dari agama, suku dan latar belakang, mereka tetap bisa hidup rukun berdampingan tanpa memandang rendah satu sama lain (Laman Sipemas UIN Malang). 

Masyarakat Desa Banjarpenepen, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, dengan masyarakat yang berbeda agama: Islam, Kristen, Katholik, dan Budha hidup rukun dengan semangat lokal yang kuat. Lokalitas menjadi pemersatu dalam berbagai kegiatan masyarakat dengan tidak membeda-bedakan agama. Lokalitas menjadi pemersatu kehidupan dalam keberbedaan agama (Kurniawan, 2010).

Peristiwa toleransi dalam masyarakat kita harus menjadi “buku” penting dalam keseharian kita yang harus dibaca dan maknai dengan baik. Lalu buku toleransi beragama kita disimpan dalam perpustakaan kepribadian kita dengan baik. Selalu akan kita maknai dengan baik karena “buku” toleransi beragama dalam masyarakat kita adalah pengetahuan yang akan membawa kehidupan beragama masyarakat kita semakin baik. Tidak heran jika toleransi menjadi salah satu nilai ajaran penting yang dibawa oleh Islam untuk kebaikan kehidupan umat manusia di dunia ini. 

Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, dalam opini “Belajar Toleransi Ala Rasulullah SAW” (Laman Kementerian Agama, Opini 22 September 2023), menjelaskan bahwa melalui Piagam Madinah yang diinisiasi dan diprakarsasi oleh Nabi Muhammad Saw ini menunjukkan jati diri ajaran Islam yang terbuka, saling menghormati, dan toleransi dalam menjaga kehidupan. Hal itu antara lain tergambar dalam soal kebebasan beragama bagi pemeluk agama, pembelaan bagi kaum yang lemah, serta kewajiban bela negara bagi warna negara.

Untuk itulah, mari kembali kita baca, pelajari, dan maknai kembali “buku” toleransi dalam peristiwa keberagamaan masyarakat kita. Tujuannya agar kita bisa menjadi pribadi beragama yang bertoleransi tinggi sebab Rasulullah Saw bersabda, "Aku diutus dengan membawa ajaran yang lurus yang bercirikan kelapangan (toleransi)" dan “Agama yang disukai Allah SWT adalah yang lurus, lagi lapang/toleran".