Memperbaiki Sistem Sertifikasi

Memperbaiki Sistem Sertifikasi

Oleh Miftahudin

BANYAKNYA pengajuan sertifikasi guru di Jawa Tengah yang ditolak oleh Kementerian Pendidikan Nasional, mengindikasikan ada sesuatu yang salah dalam sistem pengajuan. Di antara penyebab ditolaknya berkas sertifikasi para guru di Jateng adalah karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan Kemdiknas.

Persyaratan yang dimaksud sebagaimana yang diberitakan di media ini (SM, 6/9/2011), adalah masih banyak guru yang belum memenuhi kreteria masa kerja, usia, dan pangkat atau jabatan. Padahal, tiga syarat tersebut mutlak untuk dipenuhi jika seorang guru mendaftarkan diri untuk mengikuti program sertifikasi.

Sistem pemberkasan dan administrasi yang masih lemah di masing-masing Dinas Pendidikan kabupaten/kota merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan gagalnya para guru mengikuti program sertifikasi.

Kelemahan tersebut banyak didominisai masalah pemberkasan sertifikasi yang fiktif, artinya masih banyak berkas guru yang dimanipulasi dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Hal yang paling sering terjadi adalah manipulasi data tentang masa kerja guru serta beban jam mengajar guru. Kedua hal tersebut sering direkayasa agar memenuhi syarat supaya bisa ikut sertifikasi. Dalam hal ini jelas lembaga sekolah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas data-data guru tersebut. Karena validitas data guru merupakan tanggung jawab sekolah, sedangkan Dinas Pendidikan bertugas melakukan klarifikasi atas data yang dikirim masing-masing sekolah.

Praktik Jual-Beli

Praktik manipulasi data guru peserta sertifikasi sebenarnya sudah sering terjadi, hanya saja pihak-pihak terkait sering menutupi karena merasa malu kalau apa yang mereka lakukan diketahui publik. Meskipun demikian, tetap saja praktik kecurangan tersebut masih terus dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, untuk bisa lolos pemberkasan sertifikasi seringkali guru-guru banyak yang rela membayar dengan sejumlah uang.

Praktik jual beli sertifikasi saat ini memang menjadi salah satu masalah serius yang sedang dihadapi Kemdiknas. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam melaksanakan sertifikasi, Kemdiknas dituntut lebih selektif dalam menentukan mana guru yang berhak mengikuti seleksi sertifikasi dan yang tidak berhak.

Padahal, data-data yang diperoleh Kemdiknas berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sehingga seandainya ada manipulasi data guru peserta sertifikasi, pihak pusat jelas tidak akan tahu. Oleh sebab itu, kerja sama yang baik antara Kemdiknas, Disdik Provinsi maupun Kabupaten/Kota merupakan keharusan.

Untuk mengurangi adanya praktik jual-beli sertifikasi, maka para pelaku dan oknum, baik yang berasal dari guru, sekolah, Dinas Pendidikan kabupaten/kota, maupun provinsi harus ditindak tegas jika terbukti melakukan praktik kotor tersebut. Hal itu sebagai bagian dari pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.

- Miftahudin, guru SD Negeri 02 Kesesi, Kabupaten Pekalongan


Tags: