Menegaskan Fungsi Instruktur dalam Pembelajaran Daring PPG PAI

Menegaskan Fungsi Instruktur dalam Pembelajaran Daring PPG PAI

Samarinda (Pendis) - Hasil monitoring minggu kelima perjalanan pembelajaran Daring Pendidikan Profesi Guru Pendidikan Agama Islam (PPG PAI) menunjukkan bahwa para instruktur masih belum dapat menumbuhkan tradisi kritis selama proses pembelajaran. "Saya mengamati dalam proses diskusi, dosen terlihat seperti pengingat mahasiswa saja. Misalkan, jika yang komentar belum seluruh mahasiswa, dosen hanya mengingatkan yang belum berkomentar," jelas Anis Masykhur, Kasi Bina Akademik PAI di hadapan instruktur PPG PAI IAIN Samarinda, Kamis (18/07).

Anis Masykhur yang juga dosen IAIN Samarinda menceritakan bahwa masih ada beberapa dosen yang sampai KB-4 dalam satu modul belum memberikan respon dan nilai atas resume dan diskusi yang telah berlangsung. "Ternyata perlu keikhlasan yang tinggi untuk mengampu kelompok belajar dalam pembelajaran Daring ini," jelasnya menegaskan. Padahal dosen sebagai instruktur juga harus melakukan fungsi kurator. Instruktur harus membaca ulang bahan-bahan yang disediakan, baik materi utama maupun bahan diskusi. Jika setelah dicermati, ternyata materi modul dianggap kurang memenuhi standar, instruktur harus menyediakan alternatifnya. Begitu juga dengan bahan diskusi tidak sesuai dengan standar idealnya, ia harus menyediakan bahan-bahan alternatifnya, dan seterusnya. "Diskusi adalah jalan keluar yang terdekat untuk menutupi kekurangan substansial modul," jelasnya lebih lanjut. Anis menginformasikan beberapa catatan hasil pantauan tim akademik PPG Daring.

Pertama, dalam membuat inisiasi dan perintah meresume modul, instruktur seyogyanya menginformasikan kepada mahasiswa PPG bagaimana cara membuat resume yang baik. Instruktur mengarahkan teknik paraphrase dalam meresume tersebut. Mahasiswa yang terbiasa melakukan paraphrase dalam meresume modul, berarti memiliki daya kritis atas bacaan yang ada, dan dipastikan membaca bahan yang diperintahkan untuk membacanya.

Kedua, dalam menginisiasi diskusi, instruksi harus memenuhi tipe divergen, konvergen dan evaluatif. Sehingga diskusi berlangsung sebagaimana mestinya. Selain itu, selama proses diskusi, dosen agar berperan secara aktif untuk mengingatkan teknik diskusi dan melarang teknik copas (copy-paste). Proses diskusi seyogyanya mampu menarik daya imajinasi dan wawasan mahasiswa di luar modul dan selanjutnya menyambungkannya dengan substansi modul. Seperti itulah diskusi yang sebenarnya.

Ketiga, dalam membuat soal tes formatif, harus terbiasa dengan soal-soal yang mengandung stimulus yang kuat. Dalam bahasa trend saat ini disebut HOTS (higher order thinking skills). Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa terbiasa menjawab soal-soal yang HOTS, karena soal yang disajikan dalam tahap Ujian Pengetahuan (UP), soal yang HOTS di atas 60%.

Maka, menurut Uwes AnIs Chaeruman, salah satu anggota penjamin mutu PPG yang juga Kasubdit pada Direktorat Pembelajaran Kemenritek Dikti, bahwa dalam pembelajaran daring yang sering jadi masalah bukan ketidakcanggihan sistem atau LMS (Learning Management System)-nya, namun kemampuan dan kesiapan dosen sebagai instrukturnya. Semoga evaluasi ini memberikan manfaat dan dapat menyempurnakan proses pembelajaran daring minggu berikutnya. Wallahu a`lamu bish shawab. (n15/dod)


Tags: