Mengevaluasi Sistem Pendidikan Karakter

Mengevaluasi Sistem Pendidikan Karakter

  • Oleh Dito Alif Pratama

MEMPRIHATINKAN. Ungkapan ini yang kiranya mampu menggambarkan potret buram sistem pendidikan di Indonesia. Mengawali tahun ajaran baru 2012 pun tawuran dan tindak kekerasan di kalangan pelajar dan mahasiswa masih saja terjadi.

Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat, kasus bullying senior kepada junior masih menjadi fenomena kelam pendidikan di Indonesia pada tahun 2011. Tercatat ada sedikitnya 139 kasus bullying di lingkungan sekolah. Sementara pada tahun 2012, sudah ditemukan 36 kasus.

Aksi bullying yang diduga terjadi di SMA Don Bosco Jakarta beberapa waktu lalu menjadi contoh kongkretnya.

Tidak berhenti di situ, aksi tawuran dan kekerasan pelajar dan mahasiswa pun masih marak terjadi hingga saat ini.

Keadaan semacam ini tentunya tidak seharusnya membuat kita diam tanpa usaha. Kita harus terus berpikir mencari solusi dan langkah terbaik keluar dari persoalan kronis nan memalukan tersebut. Salah satunya bisa dimulai dengan mengevaluasi sejauh mana kematangan konsep pendidikan karakter yang tengah digembor-gemborkan pemerintah saat ini.


Pendidikan karakter adalah penanaman nilai karakter bangsa dengan tidak terfokus dengan pemberian informasi dan doktrin keilmuan semata. Lebih jauh adalah bagaimana mampu menanamkan nilai dan semangat karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan-santun, ramah-tamah, gotong- royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya dalam jiwa generasi terdidik. Dengan begitu akan lahir generasi andal di masa depan yang tidak hanya cakap dalam bidang intelektual saja tetapi juga emosional dan spiritualnya.


Proses Pembiasaan

Meminjam istilah David Elkind & Freddy Sweet PhD (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: "Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within".


Dari pernyataan ini bisa dipahami bahwa keberhasilan pendidikan karakter akan banyak bergantung pada proses pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah, terlebih dari para guru. Yaitu dengan sejauh mana guru mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Ini karena guru merupakan instrumen penting yang membantu pembentukan watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan. Bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Dengan begitu, keteladanan dari seorang guru dan pendidik adalah harga mati. Keteladanan yang tidak hanya dilakukan dengan kebiasaan di dalam ruang kelas saja tetapi juga hingga kehidupan yang nyata.


Dalam hal ini, pemerintah pun tidak boleh tinggal diam. Meminjam Istilah Doni Koesoema, di antara langkah kongkret yang harus dilakukan pemerintah dalam memperbaharui sistem pendidikan karakter adalah dengan melibatkan semua unsur dan elemen penting mulai dari pemerintah, sekolah dan rumah. Ini karena fokus pendidikan karakter yang efektif mensyaratkan peran serta komunitas di luar sekolah sebagai rekan strategis dalam pengembangan pendidikan.

Dito Alif Pratama, pemerhati pendidikan dari Pusat Penelitian Farabi Institute IAIN Walisongo Semarang.


Tags: