Menggagas Indeks Kualitas Penelitian Pada PTKI

Menggagas Indeks Kualitas Penelitian Pada PTKI

Kementerian Agama RI bertekad dan terus berikhtiar untuk menjadikan pendidikan Islam Indonesia, termasuk pendidikan tinggi keagamaan Islam (PTKI), sebagai destinasi pendidikan Islam dunia. Indonesia mengambil momentum mengisi "ruang kosong" yang menjadi kegelisahan dunia Islam internasional dalam menentukan referensi pendidikan Islam yang saat ini tengah dibutuhkan. Belahan dunia Islam di Timur Tengah disibukkan dengan gejolak sosial politik yang kian tak kunjung selesai. Demikian juga, dunia Islam di sejumlah negara di Asia pun dinilai masih belum memiliki eksperimentasi pendidikan Islam yang layak ditawarkan kepada masyarakat dunia. Indonesia adalah negara yang tepat dan paling layak untuk menjadi modelling dan referensi penyelenggaraan pendidikan Islam dunia.

Pendidikan Islam Indonesia mampu mengharmoniskan nilai-nilai agama yang kontributif dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan. Meski di tengah keragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan teritori yang demikian beragam, pendidikan Islam di Indoensia justeru menjadikan keragaman itu sebagai identitas diri yang memperkuat warna keislaman yang khas Indonesia. Pendidikan Islam Indonesia tidak hanya mengekspresikan identitas dirinya sebagai manifestasi agamanya, tetapi juga dalam waktu yang bersamaan secara integratif menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Oleh karenanya, antara Islam sebagai agama pada satu sisi itu tidak dapat dipisahkan dari Indonesia sebagai bangsa pada sisi yang lain. Agama dan negara merupakan sesuatu yang dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan. Dengan paradigma ini, pendidikan Islam Indonesia selalu mengajarkan nilai-nilai moderatisme, saling menghargai, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan meneguhkan jati diri bangsa. Itulah pendidikan Islam yang dikembangkan di Indonesia.

Untuk mengimplementasikan tekadnya, sejumlah kebijakan, langkah strategis, dan program yang didesain oleh Kementerian Agama, khususnya di lingkungan PTKI, telah dan sedang dilakukan. Untuk menyebut beberapa contoh konkret, secara internal, program untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan PTKI telah diwujudkan setidaknya dalam program 5.000 doktor. Rumusan integrasi keilmuan sebagai karakteristik akademik di lingkungan PTKI dikembangkan dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Peningkatan kapasitas kelembagaan (capacity building) PTKI pun diselenggarakan, di antaranya semua STAIN (Sekolah Tingg Agama Islam Negeri) harus bertransformasi menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan tuntas di tahun 2018 ini. Fasilitasi infrastruktur PTKI pun kian terus digencarkan proses pembangunannya. Tidak hanya itu, fasilitasi publikasi ilmiah dengan dukungan e-journal dan e-book yang terbit sejak ratusan tahun lalu sebagai khazanah intelektual keislaman dipersembahkan untuk dunia PTKI secara massal. Terobosan untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sehingga benar-benar kontributif baik bagi dunia akademik maupun masyarakat di lapangan kian nampak nyata.

Secara eksternal, Kementerian Agama telah mengundang dan terus memfasilitasi kehadiran para guru besar dunia di bidang kajian keislaman (islamic studies) dan disiplin ilmu lainnya dari sejumlah negara untuk berdialog secara intelektual dengan stakeholders PTKI dan menemukan fakta-fakta nyata akan konfigurasi Islam Indonesia. Bahkan, mulai tahun 2018, Kementerian Agama akan memfasilitasi beasiswa bagi ribuan calon mahasiswa luar negeri untuk belajar ke Indonesia. Baik guru besar maupun calon mahasiswa luar negeri, keduanya merupakan duta-duta dunia yang pada gilirannya nanti akan mempromosikan dan meyakinkan terutama di negara asalnya bagaimana kondisi pendidikan Islam di Indonesia yang sesungguhnya. Alhasil, kebijakan dan langkah strategis untuk benar-benar menjadikan pendidikan Islam Indonesia sebagai destinasi pendidikan Islam dunia telah dan terus dilakukan.

Linier dengan kebijakan di atas, menurut hemat penulis, di lingkungan institusi PTKI sendiri, semisal UIN (Universitas Islam Negeri), IAIN (Institus Agama Islam Negeri), dan PTKIS (Peguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta) perlu segera melakukan revitalisasi dan pembenahan secara masif, baik yang terkait dengan kelembagaan, penyelenggaraan akademik, ketenagaan, saran prasarana, manajemen dan tata kelola, dan lain-lain, termasuk kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Jika semangat pendidikan Islam sebagai destinasi pendidikan Islam dunia itu hanya ada di pimpinan Kementerian Agama an sich, tidak terdesiminasi di lingkungan institusi PTKI, diyakini tekad Kementerian Agama hanya akan menjadi "tong kosong yang nyaring bunyinya". Untuk itu, pimpinan institusi PTKI perlu memiliki visi dan misi yang sama serta itikad yang kuat untuk menjadikan institusi PTKI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari skenario besar menjadikan pendidikan Islam Indonesia sebagai destinasi pendidikan Islam dunia.

Dalam mengimplementasikan ikhtiar menjadikan PTKI sebagai destinasi pendidikan Islam dunia, penguatan pada aspek penelitian merupakan kata kunci yang tidak bisa ditawar. Sebab, penelitian merupakan salah satu bagian dari tri-dharma perguruan tinggi yang memiliki tantangan sekaligus sebagai eskpresi kualitas dosen dan institusi PTKI itu sendiri. Penelitian membutuhkan kreasi, kemampuan akademik, imajinasi dan konsistensi para peneliti, tentu dalam hal ini dosen PTKI, dalam mengukur, menilai, dan menjelaskan konsep dan fakta-fakta ril di lapangan dengan perspektif keilmuan dan metodologi yang valid. Penelitian membutuhkan kemampuan untuk menulis, sering membaca buku dan literatur yang otoritatif, melakukan kunjungan kancah, mengamati, menelaah, menganalisa, memperbandingkan, dan menyimpulkan dengan seperangkat metodologi keilmuan yang absah, sehingga dapat menghasilkan hasil penelitian yang valid. Hasil penelitian yang dihasilkan sangat boleh jadi akan meruntuhkan atau justeru memperkuat atas hasil temuan penelitian sebelumnya; atau bisa jadi memberikan perspektif baru sama sekali yang, tidak ditemukan dari hasil temuan penelitian terdahulu. Oleh karenanya, salah satu indikator subtantif atas kualitas dosen dan insitusi PTKI adalah diukur dari hasil dan kualitas penelitian itu sendiri. Tampaknya, PTKI akan mengalami kendala serius untuk menjadi destinasi pendidikan Islam dunia jika penelitian yang dilakukannya belum menunjukkan kualitas yang diharapkan.

Dalam konteks ini, penulis menawarkan salah satu yang sebaiknya disepakati bersama antara Kementerian Agama dan PTKI adalah merumuskan Indeks Kualitas Penelitian pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (IKP-PTKI) atau Research Quality Index in Religious Institutions on Higher Education (RQI-RIHE). IKP-PTKI merupakan instrumen untuk menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan PTKI, baik aspek peta penelitian, kualitas dan kontribusi penelitian, akses dosen dalam penelitian, hak cipta dan plagiarisme penelitian, pembiayaan penelitian, dan lain-lain. Penilaian atas IKP-PTKI dilakukan secara periodik, setidaknya sekali dalam satu tahun, sehingga dapat diketahui kualitas dan dinamika penelitian yang terjadi dalam tiap tahun secara akurat.

IKP-PTKI memiliki makna strategis, baik bagi Kementerian Agama maupun institusi PTKI itu sendiri. Bagi Kementerian Agama, IKP-PTKI menjadi barometer penilian atas konstruksi dan kualitas penelitian di lingkungan PTKI. Secara sederhana, IKP-PTKI dapat didudukkan sama sebagaimana Indeks Kepuasan Jamaah Haji, Indeks Kerukunan Umat Beragama, dan lain-lain yang secara rutin tahunan menjadi informasi yang akurat dan masukan berharga bagi Kementerian Agama. Bagi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam sendiri, IKP-PTKI diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan langkah terobosan kebijakan yang dapat memperkuat kualitas penelitian di lingkungan PTKI.

Bagi institusi PTKI, IKP-PTKI menjadi alat kontrol sekaligus instrumen evaluasi diri terutama dalam melakukan penilaian kualitas dosen dan kelembagaan PTKI. Lebih-lebih, sejumlah institusi PTKI telah mendaulatkan dirinya menjadi world class university atau terminologi lain yang menunjukkan kualitas kelembagaannya. Akan tetapi, hanya menjadi utopia semata, jika institusi PTKI yang ingin berkualitas itu minim penelitian atau langkanya dosen yang mampu melakukan penelitian yang berkualitas.

Merumuskan IKP-PTKI mau tidak mau perlu melibatkan PTKI, utamanya salah satu organ yang berkonsentrasi pada penelitian, semisal LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) pada PTKI. Perlu didudukkan bersama akan urgensi IKP-PTKI, indikator dan instrumen yang perlu dikembangkan, serta langkah-langkah yang perlu diambil sebagai implementasi dari IKP-PTKI. Walhasil, agar rumusan IKP-PTKI ini dapat dipedomani bersama maka perlu dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Agama atau Direktur Jenderal sehingga mengikat kepada semua stakeholders PTKI.

Sebagai bagian dari implementasi IKP-PTKI, Kementerian Agama perlu untuk mengundang para peneliti dari berbagai negara untuk melakukan penelitian tentang kajian keislaman (islamic studies) di Indonesia dan mempublikasikannya kepada masyarakat internasional. Di samping untuk melakukan penelitian, para peneliti dari berbagai negara itu dapat disinergikan untuk melakukan peningkatan metodologi penelitian utamanya kepada para dosen PTKI. Selain itu, Kementerian Agama memfasilitasi atau mendorong dosen PTKI agar mempublikasikan hasil penelitiannya melalui jurnal atau buku-buku yang bertaraf internasional. Dengan cara demikian, diharapkan ikhtiar menjadikan PTKI sebagai destinasi pendidikan Islam dunia semakin efektif. Semoga.

Suwendi
Doktor Pendidikan Islam UIN Jakarta


Tags: