Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Via Pendidikan Berbasis Produksi

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Via Pendidikan Berbasis Produksi

Yogya (KR) Saat ini dunia dibuat tercengang dengan dikuasainya dunia industri oleh China. China telah mampu menguasai dunia, bahkan pengaruhnya melemahkan perekonomian negara-negara maju. Tak pelak dunia usaha dan industri di Indonesia pun mengalami tekanan yang berat. Sebagian industri harus gulung tikar karena kalah bersaing dengan produk China. Tak sedikit perusahaan yang berorientasi ekspor ke negara maju harus merumahkan karyawannya akibat kehilangan pangsa pasar di negara maju.
Keberhasilan China dalam mengembangkan dunia usaha dan industri merupakan sebuah tantangan dan peluang bagi negara kita. Kita harus mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bersaing dengan negara lain. Sumber daya manusia yang memiliki jiwa wirausahalah yang diharapkan mampu menghadapi tantangan dan peluang di masa mendatang. Dengan sumber daya manusia yang memiliki jiwa wirausaha diharapkan negara kita tidak selalu tergantung kepada negara-negara industri maju, sehingga pertumbuhan Dunia Usaha/Dunia Industri akan berkembang secara dinamis.
Melahirkan sumber daya manusia yang mempunyai jiwa wirausaha memerlukan upaya yang sistematis. Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir dan diasah melalui pengalaman langsung di lapangan, maka saat ini paradigma tersebut telah bergeser. Kewirausahaan telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Bahkan untuk menjadi wirausahawan sukses, memiliki bakat saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam segala aspek usaha yang akan ditekuninya, antara lain kemampuan mengambil keputusan, kepemimpinan teknis dan kepemimpinan managerial.
Melalui Renstra Kemendiknas tahun 2010-2014, pemerintah telah merumuskan rencana tindak pembangunan jangka menengah untuk penyediaan dan peningkatan pendidikan SMK, yang menjadi tanggung jawab sekolah terkait dengan kualitas lulusan antara lain: Pada tahun 2011, persentase lulusan SMK yang bekerja pada tahun kelulusan ditargetkan 50%, dan lulusan SMK berpredikat wirausaha ditargetkan 4,5%. Persentase tersebut diharapkan meningkat tiap tahunnya, dan diharapkan pada tahun 2014 persentase lulusan SMK yang bekerja di tahun kelulusannya ditargetkan 70%, dan persentase lulusan berpredikat wirausaha sebesar 10% .
Berdasarkan kondisi di atas, tantangan perkembangan pendidikan dan target yang akan dicapai khususnya untuk pencapaian 10% lulusan berpredikat wirausaha pada tahun 2014 bukanlah hal yang ringan, BLPT Yogyakarta mencoba merumuskan pola pembelajaran kewirausahaan. Perumusan pola pembelajaran itu didasarkan karena BLPT Yogyakarta mempunyai tanggung jawab melaksanakan pembelajaran praktik bagi siswa-siswi SMK kejuruan teknik. Dengan sarana dan prasarana yang ada di BLPT Yogyakarta serta program yang mendukung pelaksanaan pendidikan SMK, khususnya bidang teknik mesin perkakas, otomotif, sipil dan furniture, elektro dan informatika, maka kita perlu mengembangkan sistem pembelajaran yang mengkorelasikan antara tuntutan kurikulum dan tuntutan industri serta masyarakat.
Terdapat dua program pembelajaran kewirausahaan yang sedang dan akan digulirkan oleh BLPT Yogyakarta. Pertama yang sedang berjalan adalah Production Based Eduacation (PBE) bagi siswa-siswi SMK yang masih aktif dan kedua yang akan dilaksanakan adalah Program Pendidikan Spesialisasi Kewirausahaan, yang diperuntukkan bagi siswa-siswi yang sudah lulus dari SMK.
’ Production Based Education’
Pendidikan berbasis produksi adalah proses pendidikan keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau jasa yang sesuai tuntutan pasar atau konsumen. PBE menekankan pembelajaran, di mana siswa dapat melakukan kegiatan produksi atau jasa yang memenuhi standar Dunia Usaha/Dunia Industri dan masyarakat. PBE juga dapat diartikan sebagai Kurikulum Implementatif yang dibuat bersama antara sekolah dengan Dunia Usaha/Dunia Industri.
PBE diharapkan mampu mewujudkan kemampuan Sumber Daya Manusia dalam bentuk keterampilan nyata, yang didukung dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah secara optimal. Selain itu PBE juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha/Dunia Industri. Serta membentuk sikap profesional/wirausahawan yang produktif (menghargai waktu, jujur, percaya diri, menjunjung tinggi etika dan profesi, disiplin, cinta pekerjaan, bertanggungjawab terhadap tugas dan mandiri).
Secara fungsi, Production Based Education (PBE), dapat dijadikan tempat perwujudan konsep link and match (keterkaitan dan kesepadanan) bagi SMK yang dikelola dengan Dunia Usaha/Dunia Industri yang dilaksanakan dalam bentuk Pendidikan Berbasis Produksi, Prakerin/ Pendidikan Sistem Ganda (PSG). PBE juga dapat dijadikan tempat pelatihan nyata (on the job training) bagi siswa-siswi SMK, sebagai wadah untuk menjalin kerja sama antara Dunia Pendidikan dan Dunia Industri serta masyarakat serta sebagai tempat eksperimen dan pengembangan ide-ide baru yang bermanfaat bagi perkembangan Iptek. (Bersambung hal 13)-c
Karakteristik/Ciri-ciri Implementasi Program PBE antara lain mengarah pelayanan industri, menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri, sebagai sarana nyata pelatihan bagi guru, staf dan siswa, mewujudkan produk berkualitas dan mampu bersaing, meningkatkan kualitas pendidikan dengan standar industri, serta penunjang biaya operasional pendidikan dan pengembangan institusi.
Dalam pelaksanaannya, PBE memerlukan link and match (keselarasan dan kesepadanan) antara tiga unsur, yaitu kurikulum di sekolah, industri dan unit produksi dan jasa (UPJ) sekolah. UPJ merupakan salah satu wadah kegiatan yang menjembatani antara kurikulum di sekolah dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industry.
Dengan adanya UPJ yang menerapkan sistem PBE, maka peserta didik dapat dilibatkan dalam kegiatan promosi hasil-hasil produksi UPJ. Di sini peserta didik dapat belajar mengomunikasikan produk dan layanan. Hal ini akan menjadi latihan bagi peserta didik untuk mengomunikasikan produk dan layanannya sendiri kelak. Selain itu siswa akan menjadikan dirinya sebagai marketing secara pribadi. Artinya siswa diberi pengertian bahwa setiap individu untuk mampu menawarkan produk dan mengkomunikasikan secara langsung pada konsumen.
Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan UPJ memungkinkan mereka mendapatkan konsumen dan selanjutnya peserta didik dilibatkan dalam memberikan pelayanan bagi konsumen. Dengan demikian peserta didik dapat memulai kegiatan wirausaha tanpa risiko kehilangan modal, risiko gagal produksi, mempelajari sekaligus mempraktikkan langsung proses mobilisasi SDM, modal dan barang. q - c. (2712-2011).
*) Bambang Budi Sulistiya,
Kepala Balai Latihan Pendidikan Teknik/BLPT Yogyakarta. Kerja sama
BLPT Yogyakarta-KR.


Tags: