Pakar: Masih Ada Deviasi Konten dalam Draft Buku Teks PAI-BP Kemenag

Pakar: Masih Ada Deviasi Konten dalam Draft Buku Teks PAI-BP Kemenag

Bogor (Pendis) - Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI), Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama melalui Subdit PAI pada SMA/SMALB dan SMK, baru saja melangsungkan kegiatan Sosialisasi dan Uji Publik Buku Teks Siswa dan Pedoman Guru PAI Angkatan 2 di Bogor, Jawa Barat. Kegiatan berlangsung selama 3 (tiga) hari, mulai tanggal 18 s/d 20 Desember 2018.

Hadir sebagai penelaah antara lain Pakar Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Abuddin Nata. Dalam presentasinya (Kamis, 19/12), Abuddin Nata menilai masih ditemukan deviasi atau penyimpangan di dalam Draft Buku Teks PAI dan Budi Pekerti (BP) dari kerangka pikir yang sudah digariskan. Abuddin memberi contoh semisal pembahasan tema meneladani dakwah Rasulullah Saw., yang di dalamnya masih ditemukan terminologi "dakwah dengan perang" sehingga perlu pemilihan bahasa yang lebih tepat.

"Ternyata memang ada deviasi. Sebagai contoh meneladani dakwah Rasulullah, di situ tertulis dakwah dengan perang. Padahal dulu kita sudah menolak para orientalis bahwa Islam disebarkan dengan pedang (perang), sehingga ini perlu diperhalus," paparnya.

Hal lain yang juga menjadi catatan Abuddin adalah kecenderungan yang kuat dari penulis dalam mengulas ayat-ayat hukum dengan pendekatan formal (tekstual), seperti hukum cambuk, potong tangan, dan rajam. Abuddin mengatakan, bahwa ayat-ayat tersebut perlu di lihat konteksnya dalam keindonesiaan yang memberlakukan hukum positif. Harus ada proses mengkompromikan antara muatan ayat Alquran dengan realitas yang terjadi di Indonesia.

"Demikian juga, ketika meng-introduce tentang ayat-ayat yang `ketat` cenderung juga pendekatan formal dari sisi hukum, misalnya dicambuk, potong tangan, dirajam. Itu juga harus di lihat dalam konteks Indonesia yang menerapkan hukum positif. Irisannya kita pertemukan di situ, walaupun ada aliran yang melihat hukum sebagai alat dan melihat hukum sebagai tujuan, harus dikompromikan. Sebab nanti kalau tetap begitu, siswa akan bertanya, `Pak, rajamnya di mana pak?` Repot kita," ulas Abuddin.

Abuddin berharap agar penulis mampu mencari model-model pendekatan yang tidak menimbulkan persoalan baru di kalangan peserta didik. Penulis harus berkreativitas sedemikian rupa tanpa mengabaikan muatan kurikulum itu sendiri.

"Kita sudah tahu bahwa relasi hukum Islam dengan hukum yang ada di Indonesia, dalam konteks masalah ibadah gak ada masalah. Akan tetapi pada sisi muamalah, di situ ada irisan-irisan yang kita harus bermain cantik disitu, ada kompromi-kompromi sedemikian rupa," pungkas Abuddin. (apri/dod)


Tags: