Para Akademisi Dunia Urun Rembuk Untuk Universitas Islam Internasional Indonesia

Para Akademisi Dunia Urun Rembuk Untuk Universitas Islam Internasional Indonesia

Jakarta (Pendis)- Sejumlah pakar pendidikan Islam dunia mengadakan pertemuan di Indonesia dalam rangka memberikan masukan terhadap bentuk Universitas Islam Internasional Indonesia, di Pullman Hotel, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat (26/11).

Mereka membahas mengenai konsep idela bagi Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang kini tengah dibangun di Depok, Jawa Barat dan direncanakan menjadi pusat studi keislaman dunia. Pertemuan yang dinamai Expert Meeting ini mengambil tema "Seizing The Moment For Inventing Muslim Civilization"

UIII didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia yang mencakup bidang studi agama Islam, ilmu-ilmu sosial, humaniora dan sains teknologi.

Wakil Presiden RI, KH. Ma`ruf Amin yang hadir sebagai keynote speaker dalam acara itu mengungkapkan, pemerintah menginginkan UIII dapat menjadi perguruan tinggi internasional berkualitas global."Indonesia adalah negara islam demokratis terbesar di dunia. Kita layak menjadi rujukan pengembangan ilmu pengetahuan keislaman yang berkualitas global" katanya.

Sejak pertama kali masuk Indonesia pada abad ke 8, Islam berkembang pesat dan sukses diterima dengan baik tanpa perang. Para penyebar Islam menggunakan aktifitas perdagangan dan sosial sebagai sarana yang pintar untuk membawa misi keagamaan.

Hal ini membuat Islam Indonesia memiliki ciri Islam moderat yang langka di dunia. Dibutuhkan sebuah pusat pendidikan dan penelitian yang berkualitas, agar keindahan Islam Indonesia dapat tersebar luas ke seluruh dunia. "Selain pusat studi, lembaga ini penting untuk bisa menjadi pusat penyebaran kebudayaan Islam yang modern, toleran, dan berkemajuan," tambahnya.

Ia meminta seluruh akademisi dunia yang hadir agar memberikan kontribusi pemikiran agar UIII menemukan bentuk yang ideal dalam bingkai pengembangan Islam yang berciri rahmatan lilalamin.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamruddin Amin, menambahkan, pada era transformasi ini Indonesia membutuhkan perangkat untuk mencerahkan dan memberdayakan sumberdaya manusianya.

UIII merupakan jawaban yang tepat, karena akan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi pusat kebudayaan dan kemasyarakatan di dunia Islam.

Terdapat tiga pilar penting terkait pendirian UIII ini, yaitu sebagai lembaga pendidikan dan riset. Kedua sebagai pusat kebudayaan Islam dan kemasyarakatan, serta yang ketiga sebagai pusat penelitian tentang isu keislaman strategis dan tantangan dunia Islam.

Pada saat awal, UIII ini akan membuka program syariah, aqidah, tafsir, hadits, tasawuf, usul fiqh, lughah, dan balaghah. Terdapat pula ilmu-ilmu sosial, teknologi halal, seni, dan musik.

Menurut Kamaruddin, pihaknya ingin mengkombinasikan tradisi kesarjanaan di Arab dan di barat. "Jadi UIII nanti tidak akan sepenuhnya seperti di Arab dan tidak pula seperti Barat, tetapi kita mempelajari model keduanya untuk mencari bentuk baru yang lebih sesuai dengan Indonesia," tandasnya.

Di antara akademisi Islam dunia yang hadir adalah, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Prof Dr Mohamed Abouzaid Alamair, Wakil Rektor Universitas Qurawiyyin, Fez, Maroko Prof. Dr. Mohamed Adiouane, Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, Prof. Dr. Philip Buckley dari McGill University, Montreal Kanada, Prof. Dr. Mohammad al- Rougi dari University of Muhammad al-Khamis, Rabat, Maroko,Prof. Abdullah Sahin dari University of Warwick, Inggris, dan Prof. Dr. Moncef ben Abdeljelill dari Sousse University, Tunisia.

Sedangkan Akademisi dalam negeri yang rencananya hadir di antaranya Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Prof. Dr. Quraish Shihab, MA

Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, dalam kesempatan ini mengungkapkan, tantangan dunia islam saat ini adalah banyaknya analisis obyektif yang sebenarnya telah bisa bias oleh budaya suatu bangsa.

"Dalam banyak kasus di dunia, interpretasi berdasarkan latar belakang akan selalu terlibat" katanya. Maka instutusi yang menjadi pusat dari riset keilmuan dan budaya akan sangat dibutuhkan untuk memecahkan salah satu persoalan pokok di dunia Islam. (Mjr/Solla)


Tags: