Pendidikan Tinggi Pencetak Calon Tenaga Kerja

Pendidikan Tinggi Pencetak Calon Tenaga Kerja

Edupark UMS (Suara Merdeka)BELAJAR merupakan hak setiap individu. Secara tegas Nabi Muhammad mewajibkan umatnya untuk belajar/menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan dari sejak dilahirkan hingga ajal menjemput.

Karena begitu kuatnya perintah belajar ini, firman pertama yang diwahyukan Tuhan kepada Rasul terakhir berbunyi iqrok yang secara harfiah memiliki makna membaca. Penjabaran makna membaca bisa sangat luas yang semuanya sudah pasti memiliki konotasi belajar. Sebenarnya secara hakikat orang belajar bisa dibagi dalam dua kelompok besar, pertama adalah to study for (mahzab Amerika) dan yang kedua adalah to study about (mahzab Eropa).

Sementara untuk kawasan Asia mengambil mahzab yang sesuai dengan kurikulum yang sedang diterapkan di masingmasing negara. Indonesia cenderung menggunakan mahzab parsial Amerika yang alasannya sangat jelas, karena orang belajar atau kuliah memiliki orientasi utama untuk bekerja.

Coba kita telaah, ternyata tidak sedikit sarjana yang mengenyam pendidikan formal begitu lama hingga memperoleh gelar kesarjanaan, mereka tidak siap menghadapi tantangan zaman. Akibatnya, mereka sering menyerah di tengah kompetisi yang semakin ketat. Setidaknya ada 360.000 sarjana yang menganggur (data statistik BPS Mei 2013), sangat fantastis.

Kurang Menguasai

Menurut saya, ada empat faktor utama yang menjadi penyebab mengapa mereka sangat sulit berkompetisi. Hal ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama lebih dari tiga tahun sebagai HRD officer di sebuah perusahaan kelompok Salim Group di Singapura. Pertama, karena mereka kurang menguasai ilmu-ilmu dasar atas disiplin ilmu mereka.

Banyak sarjana Akuntansi yang kurang mumpuni dalam dunia Akuntansi. Bahkan, ada sarjana Kedokteran yang trauma melihat darah dan selalu gagal memasang jarum infus. Alasannya sangat sederhana, karena selama kuliah kurang serius. Kedua, karena mereka kurang menguasai ilmu-ilmu terapan terutama IT.

Masih banyak sarjana yang kurang menguasai ilmu terapan terutama IT. Ketiga, karena mereka kurang menguasai dan mengerti Ilmu Antardisiplin. Keempat, karena kurang memiliki pengalaman organisasi, baik organisasi intra kampus maupun ekstra kampus.

Lembaga pendidikan tinggi perlu terus memberikan arahan, motivasi, serta pelatihan dengan cara mendatangkan secara langsung calon users yang ada baik di tingkat lokal, nasional ataupun internasional. Adapun kriteria calon tenaga kerja dari kalangan pendidikan tinggi (sarjana) dapat dikelompokkan menjadi empat. Pertama adalah calon tenaga kerja utama apabila mereka memiliki nilai ijazah dan pengalaman organisasi yang sangat baik.

Kedua, calon tenaga kerja baik apabila mereka memiliki nilai ijazah baik tetapi pengalaman organisasi kurang baik. Ketiga, calon tenaga kerja dipertimbangkan apabila mereka memiliki pengalaman organisasi baik tetapi nilai ijazah kurang baik.

Keempat, calon tenaga tersisihkan apabila mereka memiliki nilai ijazah serta pengalaman organisasi kedua-duanya kurang baik. Bagaimana dengan para sarjana baru? Semoga Anda menjadi calon tenaga kerja utama yang setiap melamar pekerjaan selalu diterima. (37)

– Mohammad Toha Rudin MA, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mantan HRD officer Salim Group di Singapura


Tags: