Pungutan di Sekolah Swasta

Pungutan di Sekolah Swasta

PENCABUTAN Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP, dan digantikan oleh pengundangan Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 tertanggal 28 Juni 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, melegakan penyelenggara sekolah swasta.
Pasalnya, sejak pemberlakuan peraturan yang melarang pungutan per awal 2012, gairah pengelola lembaga pendidikan menurun. Hal itu karena BOS SD sebesar Rp 580.000/ anak/ tahun dan SMP Rp 710.000 terasa membebani sekolah swasta. Dana sebesar itu tidak cukup untuk menggaji guru, yang sebagian besar harus ditanggung oleh penyelenggara sekolah. Padahal, sekolah swasta masih harus menanggung biaya operasional dan investasi.

Karena itu, swasta kurang mengindahkan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011. Hanya sekadar bisa hidup, sekolah swasta menarik pungutan. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) juga keberatan atas Permendikbud larangan pungutan itu sehingga meminta direvisi. Dosen Unnes Dr Nugroho mengatakan Permendikbud itu bisa membunuh sekolah swasta. Karena itu pula, Dewan Pendidikan Kota Pekalongan didukung Dewan Pendidikan se-Eks Karesidenan Pekalongan beserta pemangku kepentingan pendidikan Kota Batik menyurati Presiden guna meminta pencabutan peraturan itu.

Dalam peraturan baru itu, satuan pendidikan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat (sekolah swasta) diperbolehkan menarik pungutan dari orang tua siswa. Bahkan secara umum, boleh menerima sumbangan. Inilah yang memberikan peluang bagi sekolah swasta untuk mengembangkan diri. Meski demikian, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2011 jangan membuat sekolah swasta semaunya sendiri menarik iuran. Harus ada batasan tentang besar pungutan, yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah, seperti tercantum dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS). Untuk itu, Dinas Pendidikan harus mengawasi secara ketat supaya pungutan itu tidak memberatkan orang tua siswa.

Karena sudah mendapat BOS, sekolah juga jangan memungut apapun dari siswa miskin. Lebih baik lagi bila bisa mengelola secara profesional pungutan dari siswa sehingga sekolah bisa mengalokasikan bantuan untuk siswa miskin. Siswa tersebut bisa memanfaatkan bantuan itu untuk membeli buku referensi, lembar kerja siswa (LKS), seragam sekolah dan sebagainya.

Peningkatan Kualitas

Ada kelebihan sekolah swasta dibandingkan dengan sekolah negeri pascapencabutan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011, yakni sekolah swasta kini boleh menarik iuran dari siswa, sehingga bisa dimanfaatkan untuk peningkatan mutu sekolah sekaligus menggratiskan biaya untuk siswa dari keluarga miskin.
Saya yakin jika prestasi sekolah swasta bagus maka tidak perlu khawatir kesulitan mencari siswa baru dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Demikian pula, kualitas lulusan yang baik bisa menjadi daya tarik orang tua siswa untuk rela membayar sedikit mahal tapi mereka yakin akan mutu sekolah itu.
Hal ini sudah dibuktikan oleh rintisan sekolah bertaraf internasional, yang memungut biaya tinggi tetapi bisa menjaga prestasi. Kita bisa melihat orang tua siswa rela membayar lebih mahal karena merasa yakin anaknya akan mendapat pendidikan yang lebih berkualitas.

Bagi SD/ SMP negeri non-RSBI, pengundangan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 juga membuat sedikit lega karena sekolah punya peluang untuk menerima sumbangan. Selama ini, pengelola sekolah negeri selama semester II (sejak pemberlakuan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011) kebingungan karena tidak bisa mengembangkan mutu sekolah sesuai diharapkan. Bila hanya mengandalkan BOS, mutu pendidikan yang diraih hanya standar minimal.
Karena itu, pemberlakuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 diyakini bakal menambah semangat baru bagi sekolah swasta untuk mengembangkan mutu dan memberi peluang sekolah negeri untuk mengembangkan sekolah melalui sumbangan dari orang tua siswa atau dari pihak lain. (10)

-- Trias Purwadi, wartawan Suara Merdeka, anggota Dewan Pendidikan Kota Pekalongan


Tags: