Sekolah Berperan Lakukan Evaluasi

Sekolah Berperan Lakukan Evaluasi

JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyambut baik keputusan penghapusan UN SD/sederajat. Soal penghapusan itu sudah jelas tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.

Karena itu, selanjutnya evaluasi dan kelulusan menjadi kewenangan satuan pendidikan. ”Seharusnya bukan hanya UN SD yang ditiadakan, tapi UN sebagai penentu keluluan harus dihapus di semua jenjang,” ujar Ketua FSGI Retno Listyarti, di Jakarta, Rabu (15/5).

Pasal 72 Ayat (1), PP 32/2013 menyebutkan, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, (b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, © lulus ujian sekolah/madrasah, dan (d) lulus ujian nasional.

Namun jenjang SD/MI mendapat pengecualian. Hal itu tercantum dalam Pasal 72 Ayat (1a) yang berbunyi, khusus peserta didik dari SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat dinyatakan lulus setelah memenuhi ketentuan pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.

”Ini sesuai dengan Pasal 58 Ayat 1 Undang-Undang Sisdiknas yang mengamatkan bahwa hak mendidik, mengevaluasi, dan menilai siswa merupakan hak pendidik dan satuan pendidikan,” kata Retno.

Menurutnya, demi menjalankan aturan tersebut, pemerintah harus memenuhi janjinya untuk memberikan pelatihan secara berkelanjutan kepada guru. Dengan begitu, guru dan satuan pendidikan bisa benar-benar menjalankan tugasnya untuk memberikan proses belajar berkualitas dan melakukan haknya untuk mengevaluasi peserta didik.
”Jika pemerintah belum percaya kepada guru dan sekolah, pemerintah wajib memberikan pelatihan kepada guru,” ungkapnya.

Direktur Pembinaan SD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ibrahim Bafadal menjelaskan, dengan dihapuskannya UN SD, evaluasi dan kelulusan SD akan diserahkan ke daerah. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk memperkuat program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan kurikulum baru.

Payung Hukum

Pernyataan berbeda justru diungkapkan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim. Menurutnya, penghapusan UN SD itu baru akan direalisasikan pada tahun ajaran 2015/2016. Sebab, PP 32/2013 itu sebagai payung hukum kurikulum 2013.

”Jadi, ada perbedaan metode penilaian antara kurikulum saat ini dengan kurikulum 2013. Tidak adanya UN SD itu merupakan dampak dari kurikulum 2013 karena metode penilaiannya berbeda. Anak SD pada kurikulum 2013 tidak ada lagi nilai angka tapi nilai secara deskriptif. Tidak ada ranking lagi,” ujar Musliar.

Ditegaskan, aturan dalam PP 32/2013 yang dibuat sebagai payung hukum kurikulum 2013 tidak semuanya serta-merta dilakukan setelah PP tersebut ditandatangani oleh presiden. ”PP ataupun UU tidak mesti serta-merta berlaku tahun ini,” tegas mantan Rektor Universitas Andalas itu.

Pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan aturan Pasal 67 Ayat (1A) yang berbunyi, ujian nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain sederajat.

Musliar bersikukuh bahwa penghapusan UN SD berlaku mulai tahun 2016, sejalan dengan implementasi kurikulum 2013. Sebagaimana diketahui bahwa kurikulum 2013 dilakukan bertahap, untuk SD akan dilaksanakan di kelas I dan IV.
Menurutnya, aturan tersebut akan diperkuat dalam Peraturan Menteri. ”Tetap (dilakukan 2016). Dalam permen, itu nanti akan disampaikan, dan UN SD/MI tidak dilakukan oleh BSNP,” dalihnya. (K32-60) (/)


Tags: