Tantangan Dan Langkah Dalam Melindungi Agama Melalui Buku

Tantangan Dan Langkah Dalam Melindungi Agama Melalui Buku

Pada tanggal 24 Mei 2017, dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Presiden Republik Indonesia telah disahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 102. Undang-undang ini lahir sebagai ikhtiar untuk menjamin tersedianya buku yang bermutu, murah, dan merata sehingga pada gilirannya dapat menciptakan peradaban bangsa dan meneguhkan nilai-nilai dan jati diri bangsa Indonesia. Buku bermutu artinya buku yang memiliki kualitas yang baik, terhindar dari kesalahan dan/atau kekeliruan serta tidak bertentangan dengan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Buku murah dimaksudkan adanya kehadiran negara dalam memfasilitasi perbukuan sehingga peserta didik dapat memperoleh buku dengan harga yang terjangkau, bahkan untuk buku teks utama harus digratiskan. Sementara buku merata artinya setiap anak bangsa dapat mengakses dan memperoleh buku dengan mudah dan cepat.

Buku memiliki makna yang sangat strategis, lebih-lebih dalam konteks faham keislaman dan ideologi negara. Belakangan, ditengarai terdapat sejumlah buku ajar di sekolah dan buku umum di masyarakat yang mengajarkan faham keagamaan yang intoleran, saling kafir-mengkafirkan, meresahkan masyarakat, bahkan merongrong ideologi negara. Ideologi negara disalahkan atas dasar faham keagamaannya, yang disebarkan melalui buku, sehingga membenturkan faham keagamaan dengan ideologi negara. Tentu, hal ini sangat tidak produktif dalam membangun kedamaian sosial dan mengokohkan ideologi bangsa. Bahkan, praktek-praktek pemutarbalikkan buku dan kitab, baik melalui digitalisasi kitab/buku, proses penerjemahan, maupun cetakan ulang, cenderung secara disengaja dilakukan proses "pemutarbalikkan isi buku" yang biasa disebut dengan tahrif al-kutub. Teks-teks yang bertentangan dengan ideologi "sang penyokong tahrif" diganti dengan teks-teks yang baru sama sekali atau diterjemahkan dengan term yang linier dengan ideologinya. Sungguh, kejahatan intelektual melalui upaya tahrif al-kutub ini telah melampaui batas-batas kemanusiaan yang hakiki.

Kita patut beruntung, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan itu, terdapat 1 (satu) ayat yang menjadi payung hukum atas "amanah mengamankan" agama melalui buku. Jika tidak ada ayat itu, menurut hemat penulis, maka tidak ada aturan sama-sekali yang menjadi payung hukum dalam mengafirmasi buku dalam konteks agama. Pada Bab II Pasal 6 ayat (3) tertulis "Muatan keagamaan dalam Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama". Ayat ini hendaknya dapat didudukan sebagai "ayat sapu jagat" dan perlu diterjemahkan ke dalam aturan lebih lanjut, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri, secara maksimal. Tidak hanya terkungkung dalam teks ayat tersebut saja, tetapi perlu dimaknai secara luas. Jika tidak demikian, maka persoalan buku dan agama menjadi tidak tuntas.

Merujuk pada pembagian jenis buku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Pasal 6, jenis buku terdiri atas buku pendidikan dan buku umum. Buku pendidikan adalah buku yang digunakan dalam proses pendidikan, baik pada jenis pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus. Sementara buku umum adalah jenis buku di luar buku pendidikan.

Untuk buku pendidikan ini terbagi ke dalam 2 (dua) kategori, yakni buku teks dan buku non-teks. Buku teks adalah buku yang disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku. Buku teks ini terbagi ke dalam buku teks utama dan buku teks pendamping. Buku teks utama adalah buku pelajaran yang wajib digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dan disediakan oleh Pemerintah Pusat, tanpa dipungut biaya. Sementara buku teks pendamping adalah buku pelajaran yang disusun oleh masyarakat berdasarkan kurikulum yang berlaku dan telah mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Pusat.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan hendaknya perlu dilakukan harmonisasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dengan harmonisasi atas Peraturan Pemerintah tersebut, Peraturan Pemerintah yang akan disusun sebagai turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 hendaknya menerjemahkannya ke dalam 4 (empat) point besar, yakni Buku Pendidikan Agama, Buku Pendidikan Keagamaan, Buku Pendidikan yang Bermuatan Agama, dan Buku Umum yang Bermuatan Agama.

Pertama, Buku Pendidikan Agama merupakan buku-buku yang digunakan sebagai mata pelajaran Pendidikan Agama bagi layanan jenis pendidikan umum berciri khas Islam mulai jenjang pendidikan usia dini sampai dengan pendidikan menengah (RA, MI, MTs, dan MA), jenis pendidikan umum dan pendidikan kejuruan mulai jenjang pendidikan usia dini sampai dengan pendidikan menengah (TK, SD, SMP, SMA, dan SMK); dan jenis pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi pada jenjang pendidikan tinggi di bawah binaan selain Kementerian Agama (Program Diploma dan Strata pada perguruan tinggi di bawah binaan selain Kementerian Agama,--Perguruan Tinggi Umum).

Kedua, Buku Pendidikan Keagamaan merupakan buku dan/atau kitab yang diajarkan pada jenis pendidikan keagamaan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal mulai jenjang pendidikan dini hingga pendidikan menengah. Buku Pendidikan Keagamaan ini difungsikan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, sesuai agama yang diyakininya.

Dalam konteks Pendidikan Keagamaan Islam, dengan merujuk pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Islam, PMA Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Satuan Pendidikan Mu`adalah pada Pondok Pesantren, dan PMA Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Ma`had Aly, terdapat sejumlah layanan pada jalur pendidikan formal, seperti Satuan Pendidikan Muadalah (SPM), Pendidikan Diniyah Formal, dan Ma`had Aly; dan pada jalur pendidikan nonformal seperti pondok pesantren, madrasah diniyah takmiliyah, pendidikan Alquran, dan majelis taklim.

Dalam Pendidikan Keagamaan Kristen, dengan merujuk pada PMA Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Keagamaan Kristen, terdapat sejumlah layanan pada jalur pendidikan formal, seperti SDTK (Sekolah Dasar Teologi Kristen), SMPTK (Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen), SMTK (Sekolah Menengah Teologi Kristen), SMAK (Sekolah Menengah Agama Kristen), STT (Sekolah Tinggi Teologi Kristen), dan STAKN (Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri).

Pada Pendidikan Keagamaan Katholik, dengan merujuk pada PMA Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Sekolah Menengah Agama Katolik sebagaimana yang diperbaharui dengan PMA Nomor 54 Tahun 2014, terdapat layanan pada jalur formal seperti Taman Seminari, SMAK (Sekolah Menengah Agama Katholik), dan STP (Sekolah Tinggi Pastoral).

Untuk Pendidikan Keagamaan Hindu, dengan merujuk pada PMA Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Hindu, terdapat sejumlah layanan pada jalur pendidikan formal, seperti Pratama Widya Pasraman, Adi Widya Pasraman, Madyama Widya Pasraman, Utama Widya Pasraman, dan Maha Widya Pasraman; dan pada jalur pendidikan nonformal seperti Pesantian, Sad Darma, Padepokan, Aguron Guron, Parampara, Gurukula, dan lainnya.

Pada Pendidikan Keagamaan Buddha, dengan merujuk pada PMA Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Buddha, terdapat sejumlah layanan pada jalur pendidikan formal, seperti Nava Dhammasekha, Mula Dhammasekha, Muda Dhammasekha, dan Uttama Dhammasekha & Kejuruan; dan pada jalur pendidikan nonformal seperti Pendidikan Widya Dharma, Pabbajja Samanera, dan Sekolah Minggu Buddha.

Ketiga, Buku Pendidikan yang Bermuatan Agama adalah buku-buku pendidikan selain mata pelajaran agama yang digunakan dalam proses pembelajaran baik di jenis pendidikan umum berciri khas Islam (RA, MI, MTs, dan MA), jenis pendidikan umum dan pendidikan kejuruan (TK, SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun jenis pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi pada jenjang pendidikan tinggi. Sebagai salah satu contoh untuk buku ini, menurut informasi yang diperoleh, ditemukan sebuah buku mata pelajaran Bahasa Indonesia pada sekolah yang bermuatan agama. Dalam buku tersebut disebutkan sebuah dialog seorang ayah yang mengajak anaknya pergi ke masjid dengan mengharuskan berpakaian tertentu. Sebab, jika tidak menggunakan pakaian tersebut dikatakan oleh sang ayah tidak sah shalatnya. Buku pendidikan yang bermuatan agama ini semacam ini perlu mendapat perhatian dari pihak yang berwenang.

Keempat, Buku Umum yang Bermuatan Agama adalah jenis buku di luar buku yang digunakan dalam proses pendidikan dan bermuatan agama. Buku ini adalah buku yang banyak beredar di masyarakat secara umum, yang cenderung jumlahnya lebih besar. Untuk hal ini, tampaknya perlu melibatkan organisasi keagamaan untuk memastikan kelayakan buku dalam kategori ini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Bab II Pasal 6 ayat (3), Kementerian Agama memiliki kewenangan dan sekaligus tanggung jawab untuk memastikan keempat buku di atas harus berkualitas, murah, dan merata.

Pada aspek berkualitas, buku-buku tersebut harus terhindar dari kesalahan dan/atau kekeliruan dan tidak bertentangan dengan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga perlu adanya proses "tashhih", sebelum buku diterbitkan. Di sinilah tantangan tersendiri bagi Kementerian Agama. Untuk itu, Kementerian Agama segera menentukan unsur struktur birokrasi yang diamanahi sebagai pen-tashhih dan sekaligus penjamin kualitas buku tersebut. Dalam amatan penulis, di antara struktur birokrasi yang paling tepat untuk mengemban amanah ini adalah Pusat Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (PLKKMO) Balitbang dan Diklat Kementerian Agama. PLKKMO perlu didukung oleh sejumlah peneliti dan tenaga ahli dalam bidang perbukuan, baik dari unsur perguruan tinggi, profesional, maupun tokoh agama, perlu melakukan SOP (standard operational procedure) dan mekanisme kerja yang valid dalam men-tashhih buku.

Sekedar ilustrasi, untuk men-tashhih buku teks utama dan teks pendamping buku pendidikan bagi layanan jenis pendidikan umum berciri khas Islam mulai jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah (MI, MTs, dan MA) saja, sekurang-kurangnya dibutuhkan sekitar 3.920 tenaga ahli; dengan asumsi 1 (satu) buku ditelaah oleh 2 orang dan ada sekitar 10 penerbit yang mengajukan, serta jumlah judul buku secara keseluruhan berjumlah 196 judul buku (64 judul buku untuk MI, 39 judul buku untuk MTs, dan 93 judul buku untuk MA termasuk untuk buku peminatan Matematika & IPA, Ilmu-Ilmu Sosial, Ilmu Bahasa dan Budaya, dan Ilmu Keagamaan). Untuk hal ini, perlu ada pola kerja yang didesain sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan buku yang berkualitas dan hasilnya tepat waktu.

Pada aspek murah, sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 6 ayat (6) bahwa "Buku teks utama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan buku pelajaran yang wajib digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dan disediakan oleh Pemerintah Pusat tanpa dipungut biaya", maka Kementerian Agama perlu mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk menggandakan buku teks utama tersebut. Namun demikian, Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Bentuk Buku terdiri atas buku cetak dan buku elektronik", perlu dimanfaatkan dengan baik. Artinya, buku teks utama mana saja yang perlu digandakan menjadi buku cetak dan buku teks utama mana saja yang menjadi buku elektronik.

Dalam kalkulasi penulis, anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan buku teks utama dalam bentuk cetak buku pendidikan bagi layanan jenis pendidikan umum berciri khas Islam mulai jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah (MI, MTs, dan MA) itu setidaknya menghabiskan biaya sekitar Rp. 10 Triliyun lebih atau sekitar 10% dari total anggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Adapun asumsinya sebagai berikut: terdapat 196 judul buku yang harus disediakan (64 judul buku untuk MI, 39 judul buku untuk MTs, dan 93 judul buku untuk MA termasuk untuk buku peminatan Matematika & IPA, Ilmu-Ilmu Sosial, Ilmu Bahasa dan Budaya, dan Ilmu Keagamaan), dengan total sebanyak 406,675,149 eksemplar (228.216.000 eksemplar untuk tingkat MI dengan jumlah siswa sebanyak 3.565.875 orang; 123.266.715 eksemplar untuk tingkat MTs dengan jumlah siswa sebanyak 3.160.685 orang, dan 55.192.434 eksemplar untuk tingkat MA dengan jumlah siswa sebanyak 1,294,776 orang); dan harga rata-rata biaya cetak sebesar Rp. 25.000/eksemplar. Tentu, jumlah anggaran 10 Triliyun ini akan terus bertambah dengan menghitung buku teks utama untuk pendidikan keagamaan pada jalur formal.

Untuk buku teks utama mata Pelajaran Pendidikan Agama bagi layanan jenis pendidikan umum (SD, SMP, SMA, dan SMK), Kementerian Agama bisa melakukannya dengan menyediakan buku dalam bentuk digital, sehingga biayanya lebih murah. Untuk buku bentuk cetaknya, dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah yang menaungi layanan jenis pendidikan umum itu.

Pada aspek merata, Kementerian Agama perlu memikirkan langkah yang tepat terkait dengan proses pengiriman buku secara tepat waktu dan tepat sasaran. Sebab, lokasi madrasah (MI, MTs, MA) dan sejumlah layanan pendidikan keagamaan pada jalur formal secara mayoritas terdapat di daerah-daerah perkampungan, hanya sedikit saja yang berada di lingkungan perkotaan. Buku dipastikan sampai di lokasi sasaran, sebelum proses pembelajaran awal semester dapat berjalan.

Uraian di atas memperlihatkan langkah dan strategi Kementerian Agama untuk melakukan "pengamanan" agama melalui perbukuan. Dimulai dari perlu adanya penajaman pada aspek drafting Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, langkah yang diambil untuk memastikan hasil buku yang bermutu, murah, dan merata. Sungguh, menjadi tantangan tersendiri, namun memiliki makna yang sangat strategis dalam menciptakan peradaban bangsa, meneguhkan nilai dan jati diri bangsa Indonesia, serta menciptakan pemahaman keagamaan yang baik, melalui buku-buku yang bermuatan agama.

Suwendi
Doktor Pendidikan Islam UIN Jakarta


Tags: