Tiga Pesan Direktur PD Pontren Saat Kunker Inkubasi Bisnis Pesantren di Papua, Diantaranya Ajak Teladani Praktik Moderasi dari Pesantren Al Manshurin

Tiga Pesan Direktur PD Pontren Saat Kunker Inkubasi Bisnis Pesantren di Papua, Diantaranya Ajak Teladani Praktik Moderasi dari Pesantren Al Manshurin

Jayapura (Pendis) -- Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Direktur PD Pontren) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Ditjen Pendis Kemenag RI), yang juga merupakan Penanggung Jawab Tim Pokja Kemandirian Pesantren, Waryono Abdul Ghafur, mengunjungi 3 pondok pesantren di Kota Jayapura, Papua, pada hari pertama Ramadhan 1444 H, bertepatan dengan Kamis (23/03/2023). Dimulai dari PP Al-Manshurin di Waena, kunjungan ini berlanjut ke PP Darul Qur’an Wadda'wah di Argapura, dan Darud Da'wah wal Irsyad di Entrop. Kunjungannya sejalan dengan program bantuan inkubasi bisnis pesantren sebagai perwujudan program strategis kemandirian pesantren era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang diperkenalkan pertengahan 2020.

Di Papua, program kemandirian pesantren melalui bantuan inkubasi bisnis, senilai masing-masing 75 juta rupiah untuk jenis usaha air minum dalam kemasan, 75 juta rupiah untuk bidang usaha jasa, dan 70 juta rupiah untuk jenis usaha mini market ini, diterima oleh 6 pesantren dari 3 kabupaten dan kota. Di Kota Jayapura, pesantren penerima bantuan inkubasi bisnis adalah Pesantren Al-Manshurin (air minum dalam kemasan), Pesantren Darul Qur’an wa Dakwah (mini market), dan Pesantren Darul Dakwah wal Irsyad (mini market). Di Kabupaten Merauke bantuan diterima Pesantren Hidayatullah (mini market) dan Pesantren Al Muawwaroh (mini market). Kemudian di Timika bantuan diterima Pesantren Ulumul Qur’an Hasyim Muzadi (jasa).

Didampingi Subkoor Sarpras dan Kelembagaan Subdit Pendidikan Diniyah dan Ma’had Aly, Winuhoro Hanumbhawono, Waryono diterima pengurus PP Al Manshurin dan jajaran pejabat Kanwil Kemenag Papua, yaitu Kepala Bidang Pendidikan Islam Hamzah, dan Ketua Tim PD Pontren Kanwil Kemenag Papua, Muzakir Asso, juga Kepala Seksi Pendidikan Islam Kemenag Kota Jayapura, Rita Wayhuningsih. Inilah pesan-pesan Direktur PD Pontren dari kunjungan pertama di PP. Al-Manshurin.

1.    Teladani Praktek Moderasi di PP Al-Manshurin, Generasi Muda Harus Terus Diingatkan tentang Fakta Hidup Bersama dalam Perbedaan

PP Al Manshurin memiliki kekhasan bahkan mulai dari sejarah kelahirannya hingga sikap dan kiprahnya di tengah masyarakat Kota Jayapura saat ini. Menurut pimpinan pondok, H. Sudarmo, PP Al Manshurin lahir pada tahun 2015, dari keprihatinan isu dan fenomena terorisme yang banyak menyasar anak muda dan melibatkan tudingan ke pesantren. Pondok pesantren ini mengantongi izin resmi dari Kemenag Kota Jayapura pada tahun 2018, dan dari Kemenag RI pada tahun 2021.

Memasuki kompleks PP Al-Manshurin di Waena, Kota Jayapura, pada pos security yang merupakan Pos Penjagaan Senkom Mitra POLRI, jelas tertulis, “Kami Menolak Radikalisme dan Terorisme”. Kemudian tidak jauh dari pos tersebut, pada dinding bangunan tertulis 45 Butir-Butir Pancasila pada bidang yang cukup luas dan jelas terbaca. Tulisan-tulisan ini tidak luput dari pengamatan Waryono, yang tampak terkejut, sekaligus mengapresiasi dan menyatakan rasa salutnya.

“Ini harus menjadi contoh, mari belajar praktek moderasi pada PP Al Manshurin,” demikian ia mengapresiasi.

Menarik, tepat di seberang jalan PP Al-Manshurin adalah Gereja Misi Kristus di Tanah Papua Kantor Klasis Jayapura Jemaat Hebron Waena, sekaligus Kantor Sinode Gereja Misi Kristus di Tanah Papua. Baik PP Al-Manshurin dan gereja tersebut telah terbiasa sama-sama saling menyediakan lahan parkir di halaman masing-masing, saat salah satu sedang punya kegiatan dengan kehadiran tamu dan kendaraan dalam jumlah banyak.

Saat PP Al-Manshurin menerima bantuan COVID, berupa berkarton-karton masker, pengurus membagi bantuan tersebut pada pihak gereja dan masyarakat.

Terkait program prioritas moderasi beragama, Waryono menilai PP Al Manshurin sudah mempraktekan dengan baik. “Ini harus ditularkan, ditulis, bahwa pesantren bisa hidup berdampingan dengan teman-teman yang berbeda agama. Tidak perlu banyak teori. Menyediakan parkir, menjaganya. Kalau di pesantren kan dilihat santri. Secara tidak langsung sedang punya proses best practice. Santri akan melihat kyai sedang mengajarkan bahwa kita (memang) berbeda (namun sama) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Menanggapi praktek toleransi, semangat moderasi beragama dan kerukunan umat beragama di PP Al Manshurin sebagaimana disampaikan Pimpinan Pondok, Direktur Waryono menggarisbawahi bahwa generasi muda harus terus diingatkan tentang fakta hidup bersama dalam perbedaan.

“Saat masih di Yogyakarta saya mendirikan SLI, Sekolah Lintas Iman, dengan jaringan nasional dan internasional, untuk mendidik generasi muda bangsa bahwa kita hidup bersama dalam perbedaan.” Demikian dipaparkan Waryono.

“Anak-anak di era ini memiliki aksesibilitas yang tinggi pada internet. Jika tidak punya referensi beragam, dan kalau tidak dibekali, bisa menyimpang. Ini menjadi tantangan kita ke depan”, demikian diingatkannya.

Waryono mengingatkan bagaimana Indonesia akan mendapatkan bonus demografi ke depan yang harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan bukan sebaliknya menjadi permasalahan, ledakan jumlah generasi muda yang membawa banyak persoalan bagi masyarakat dan bangsa.

“Tergantung kita hari ini, apakah merawat anak-anak bangsa atau tidak”, ucap Direktur yang pernah menjadi Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Waryono memandang perlunya punya referensi masyarakat sosial secara konkrit. “Maka Allah Swt. dalam Al-Quran memerintahkan kita untuk jalan-jalan di muka bumi dalam Al-Qur’an hingga 5 kali. Kita belajar ada apa, sepanjang perjalanan.”

Lantas ia mengingatkan bahwa hidup di Indonesia sangat nyaman, sehingga harus disyukuri. Ada sementara sikap yang memuja negara lain sembari merendahkan negara sendiri. Ia menegaskan bahwa anak-anak, generasi muda, perlu diberi contoh pembelajaran dalam hal ini.

Waryono mengingatkan bagaimana Nabi Muhammad Saw. sudah memberi ajaran dan keteladanan. “Manusia harus dimuliakan, agama urusan masing-masing, secara sosial harus dihormati”, tegasnya.

Ia berterima kasih bahwa PP Al-Manshurin bisa menjadi contoh sehingga jadi best practice bagi yang lain, karena ada juga pesantren yang kecenderungannya eksklusif, tertutup bagi perbedaan.

2.    Esensi program inkubasi bisnis agar bisnis pesantren berkelanjutan, memiliki kemandirian sehingga bisa membiayai 3 fungsi pesantren secara mandiri

Waryono sedikit mengurai latar belakang program inkubasi bisnis sebagai realisasi program stretagis kemandirian pesantren. Dengan perumpamaan, menurutnya, Menteri Agama memberi “kail” dengan inkubasi bisnis program kemandirian pesantren ini. Dengan “kail untuk memancing” tersebut diharapkan pengurus PP dapat mengelola, memenuhi kebutuhan, sehingga ada keberlanjutan.

“Beliau (Menag) paham betul karena berasal dari pesantren. Peta pesantren bermacam-macam, kuat-besar, sedang, lemah. 39 ribu pesantren tidak semua dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Maka beliau berikan “kail”. Dengan “kail” itu diharapkan dapat mengelola, memenuhi, kebutuhan dengan “memancing” itu, sehingga ada keberlanjutan”, tamsilnya.

Pada pesantren menurutnya, tidak hanya penting mengaji fiqih, namun juga harus mengaji sugih (belajar bagaimana caranya menjadi kaya). Ilmu-ilmu fiqih tersebut, bagaimana lantas diikuti dengan prakteknya.

“Maka kami berharap program inkubasi bisnis ini mampu dijalankan dengan cara bertanya pada yang sudah punya pengalaman”, himbaunya. Dalam praktik di PP Al-Manshurin yang menjalankan bisnis air minum dalam kemasan, Waryono menganjurkan agar pengurus belajar tentang air minum dalam kemasan, SNI, dan halal, termasuk pada sesama pesantren yang sudah menjalankan bisnis yang sama.

Waryono mengingatkan agar para guru dan santri juga masyarakat tidak disibukan dengan meributkan perbedaan-perbedaan dalam ajaran Islam, bahkan yang tidak prinsipil.

“Dunia harus kita kuasai. Fiddunya hasanah wal akhiroti hasanah-nya ok, prakteknya mana?” Demikian ia mengingatkan.

“Kita ingin pesantren bagus, namun belum punya modal. Modalnya inilah yang diberikan Pak Menteri melalui program inkubasi bisnis.”

Karena orang pesantren umumnya tidak terdidik bisnis, lanjutnya, maka dibutuhkan pendampingan melalui program inkubasi bisnis pesantren.

Menurut Waryono, kitabnya ada dan dipelajari, namun belum dipraktekan. Sudah mengaji fiqih namun belum mengaji sugih (cara untuk menjadi kaya). Maka ditegaskan pentingnya untuk tidak hanya menguasai teori.

“Para santri dan guru harus belajar entrepreneur juga, bukan karena (ilmunya) milik orang lain namun karena sudah ada dalam kitab fiqih kita”, ajaknya.

“Itu esensi program inkubasi bisnis. Berkelanjutan, kemandirian sehingga bisa membiayai 3 fungsi pesantren secara mandiri.” Untuk diketahui, tiga fungsi pesantren tersebut adalah fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi sosial.

Sekolah yang bagus, katanya lagi, umumnya dipandang identik dengan mahal. Seringkali anak yang berprestasi dengan orang tua tidak mampu, akhirnya sekolah seadanya.

Waryono juga mengingatkan pentingnya memanfaatkan dan mengoptimalkan teknologi digital seperti podcast dalam penyebarluasan dakwah. Walaupun jumlah santri aktif resmi hanya puluhan orang, namun dengan pemanfaatan teknologi digital bisa memperoleh “santri” yaitu follower sampai jutaan orang di berbagai penjuru dunia. Fungsi digital memungkinkan mengakses dan sebaliknya menyampaikan ilmu secara luas. Hal ini juga, dikatakan Waryono lagi, yang diinginkan oleh Menteri Agama.

Waryono berharap ada semangat untuk mendukung pesantren. Ia meminta pihak Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Papua memetakan apa saja bisnis yang dijalankan 6 pesantren penerima bantuan inkubasi binsis pesantren di Papua.

“Mohon agar pesantren di sini sekali sebulan atau dalam 3 bulan bertemu untuk silaturahmi, dan sharing pengalaman, sekalian promosi produk.”

Ia menghimbau kantor (Kemenag) mendukung bisnis di Pesantren Al-Manshurin dengan membeli air minum di sana. Menurutnya, jika orang lain belum mempercayai produk pesantren, pihak Kementerian Agama sendirilah yang harus membantu membuktikan.

“Mulaialah membeli dan mencintai produk-produk pesantren. Kalau kita tidak mencintai produk pesantren, siapa yang akan membeli? Harus kita, Mulai dari satu, lalu ada masukan sebagai feedback. Dengan demikian insyaallah pesantren akan tumbuh besar,” ungkapnya optimis.

3.    PD Pontren Concern untuk Penguatan SDM

Direktorat PD Pontren, dijelaskan Waryono, juga concern dalam penguatan SDM santri. Untuk diketahui, salah satunya adalah melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)., yaitu program beasiswa sarjana untuk santri untuk dapat meneruskan pendidikan di PTN-PTN terbaik di dalam, baik untuk program S1 maupun S2.

“Kami concern untuk penguatan SDM, karena kita tahu bahwa negara-negara maju, karena orangnya berilmu.”

“Kami ingin anak-anak Papua dari manapun sukunya, belajar itu harus keluar. Karena akan lebih multikultral. Dan berharap santri ini belajar betul dari tempat-tempat di luar Papua, apa-apa yang baik untuk membangun Papua.”

Kemajuan yang paling utama, menurut Waryono, terjadi dalam diri. “Yang mengubah Papua bukan orang lain. Kitalah yang dapat merubah. Maka perlu membangun mindset, mental berdikari. Sebab jika tidak berdiri di atas kaki sendiri maka akhirnya akan bergantung pada pihak lain.” Ketidakmandirian, tegasnya, akan membuat ketergantungan pada orang lain.

Kabid Pendis Hamzah, dan Subkoor PD Pontren, Muzakir, berpendapat bahwa Papua masih membutuhkan perhatian Direktorat PD Pontren, termasuk aspek fisik seperti di PP Al Mansyurin. Walaupun ada dukungan dari masyarakat, menurut keduanya, namun pondok pesantren di Papua masih membutuhkan perhatian pemerintah.

Pimpinan PP Al-Manshurin menyampaikan ucapan terima kasih pada Direktur PD Pontren atas berbagai bantuan yang pernah diberikan dan diterima oleh PP Al Manshurin. Diantaranya bantuan yang pernah diterima berupa uang tunai, sarana prasarana, yaitu laptop, LCD, juga bantuan 20 karton masker di masa COVID yang bahkan manfaatnya dirasakan masyarakat sekitar dan jemaat gereja di depan PP. (Dewi)


Tags: # pesantren