pelatihan penulisan buku ajar responsif gender UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

pelatihan penulisan buku ajar responsif gender UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Pekalongan (Pendis) - Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan (UIN Gus Dur) mengadakan pelatihan penulisan buku ajar responsif gender.

Ketua LP2M, Imam Kanafi dalam sambutannya memberikan pesan kepada dosen UIN Gus Dur, khususnya para dosen muda untuk menjadi kunci majunya kesetaraan gender, khususnya dilingkungan kampus.

"Saya berpesan kepada para dosen muda untuk menjadi kunci majunya kesetaraan gender, khususnya dilingkungan kampus.​​​kita tercinta, dan hendaknya kita belajar dan melihat gender secara komprehensif,” tutur Imam di Pekalongan pada Senin (07/08/2023).

Imam berharap dari kegiatan ini dapat meningkatkan komitmen UIN Gus Dur untuk menjadi agen kesataraan gender, tidak cukup hanya dengan tahu dan sadar gender namun butuh lebih dari itu yakni responsif gender. Output  dari kegiatan ini adalah terbitnya buku ajar yang responsif gender.

Sementara Ningsih Fadhilah selaku kepala Pusat Studi Gender dan Anak menuturkan kegiatan pelatihan penulisan Buku Ajar Responsif Gender ini dimaksudkan mengajak dosen turut serta dalam mengimplementasikan intergrasi gender dalam pendidikan dan pengajaran yang diwujudkan melalui perkuliahan dan produktivitas buku ajar sebagai sumber belajar mahasiswa.

Adapun output dari kegiatan ini adalah diterbitkannya buku karya dosen responsif gender, sehingga menambah khazanah keilmuan serta meningkatkan jumlah karya dosen UIN Gus Dur.

“Buku ajar yang diharapkan adalah buku yang tidak hanya menjelaskan konseptual semata, namun buku yang memiliki nilai keberpihakan, buku yang mampu membongkar nilai-nilai ketidakadilan melalui narasi-narasi ilmiahnya, redaksi bahkan ilustrasi didalamnya,” ucap Ningsih.

Ia juga menambahkan bahwa substansi buku harus menekankan pada basis nilai-nilai kemanusiaan, kemitraan, keadilan, dan penghargaan sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang Rahmatan Lil’alamiin. 

Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr.Iklilah Muzayyanah DF, M.S.I (dosen pasca sarjana kajian gender Universitas Indonesia) dan  Dr. Ida Rosyidah, M.A. (pegiat gender dan dosen sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Acara diselenggarakan selama dua hari (7 - 8 Agustus 2023) di Ruang Meeting GPT (Gedung Pusat Terpadu) lantai 3 Kampus 2 UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Pemateri pertama, Ida Rosyidah memaparkan materi tentang pemahaman dasar tentang gender. Uniknya,  Ida menyampaikan materinya dengan sisipan permainan-permainan yang menyenangkan sehingga kegiatan ini tidak terasa jenuh. Penjelasan materi yang runtut dan menarik juga menjadi daya tarik tersendiri yang menjadi kunci terkondusifnya acara tersebut.

Di antara hal yang  Ida sampaikan adalah: penjelasan mengenai pemahaman dasar gender, fenomena bias gender yang terjadi di masyarakat dan pemaparan terkait Akses Partisipasi Kontrol dan Manfaat (APKM) yang menjadi kunci indikator adil gender. selain itu  Ida juga menjelaskan bagaimana cara atau langkah menyusun buku ajar yang baik dan terstandar, serta perbedaan antara buku ajar,buku refrensi dan monograf.

Narasumber kedua,  Iklilah Muzayyanah membahas tentang urgensi integrasi nilai-nilai moderat dan adil gender pada penyusunan buku karya dosen. Dalam paparannya Dr. Iklilah menyampaikan bahwa pemahaman tentang gender sangat penting dimiliki ketika kita berbicara tentang moderasi beragama.

“Karena cara pandang yang moderat dapat dicapai ketika kita paham tentang nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, sehingga keadilan gender inilah sebagai lensa untuk membongkar cara pandang yang lebih moderat," tuturnya.

Iklilah mengatakan, konstruksi patriarki sudah sangat kental di masyarakat dan bahkan masuk dalam alam bawah sadar. Laki-laki memiliki previlage lebih di dalam konstruksi masyakat yang telah lama mengakar. Ia juga menjelaskan bahwa nilai-nilai yang tidak setara perlu dibongkar sejak awal menjadi redaksi ilmiah yang akan dikonsumsi oleh publik, wabil khusus mahasiswa yang akan kita ajar.

“Inilah pentingnya buku ajar dosen harus responsif gender,” tutupnya.