Uji Kompetensi Guru Masih Rapuh

Uji Kompetensi Guru Masih Rapuh

JAKARTA - Kebijakan pemerintah melaksanakan Uji Kompetensi Guru (UKG), dinilai masih bermasalah. Persiapan ujian belum maksimal dan masih memiliki kerapuhan.
Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo menyebutkan, beberapa hal yang perlu disiapkan mulai dari pengembangan instrumen, desain kegiatan, penguatan landasan yuridis, konsep teoretik, hingga antisipasi terjadinya mall praktik di lapangan.
Karena itu, diharapkan pemerintah dapat mempersiapkan segalanya dengan baik bersama organisasi profesi guru.
Dia menjelaskan, selama ini PGRI terus mengkritisi pembinaan guru yang kurang baik dan kurang memadai. Banyak guru yang tidak pernah mengikuti diklat, khususnya guru swasta dan honorer. Karena itu, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk menghimpun data kompetensi guru melalui UKG.
“Namun, kami mengingatkan agar UKG bukan untuk menyiksa, menghukum dan membuat guru stres. Sejak merdeka Indonesia belum pernah melakukan UKG dan tidak memiliki peta kompetensi. Jadi, wajar kalau ini harus dilakukan dengan baik,” tandas Sulistiyo.
Anggota DPD Jawa Tengah itu berharap uji kompetensi mampu merekam kompetensi guru dengan benar dan sesuai dengan kenyataan. Dia berpesan kepada pemerintah agar tidak tergesa-gesa melaksanakan program tersebut.
Menurutnya, kompetensi dan profesionalitas guru tidak akan meningkat dengan melakukan UKG. Akan tetapi, peningkatan tersebut ditempuh dengan pembinaan, diklat, serta kegiatan ilmiah.
Pembinaan Komprehensif
“Salah kalau menguji untuk peningkatan mutu. Hasil uji itu harus dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan pembinaan komprehensif,” ungkap Sulistiyo.
Sekjen Federasi Guru Seluruh Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menduga UKG tidak memiliki dasar hukum dan tidak menimbulkan sanksi apa pun bagi yang tidak mengikuti.
Dia menyebutkan, dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemetaan hanya berlaku untuk siswa melalui Ujian Nasional (UN). Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengamanatkan pemerintah melakukan sertifikasi guru hingga tahun 2015, bukan menguji guru bersertifikat.
“UKG adalah kebijakan nasional yang menggunakan dana APBN, tapi mengapa pelaksanaannya tidak memiliki dasar hukum? Seharusnya semua kebijakan dan program didasari peraturan perundangan dan dipersiapkan dengan baik,” tegasnya.
Di samping itu, di sejumlah daerah juga belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk dilakukan UKG secara online. Banyak daerah yang belum siap. Bahkan, Dinas Pendidikan kabupaten/kota tidak memiliki dana untuk pelaksanaan uji tersebut.
“Pelaksanaan UKG di berbagai daerah sangat minim sosialisasi, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan guru dan kepala sekolah. Akibatnya, kepanikan dan keresahan menjadi pemandangan umum,” ungkap Retno. (K32-37)


Tags: