Ujian Kemandirian Sekolah Swasta

Ujian Kemandirian Sekolah Swasta

KETANGGUHAN dan kemandirian sekolah swasta sedang diuji. Selama ini sekolah swasta dengan karakteristik yang khas berusaha eksis di tengah masyarakat tanpa menggantungkan bantuan pemerintah.

Seperti apakah prospek sekolah swasta ke depan setelah perubahan Pasal 55 Ayat (4) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003?

Pasal tersebut menegaskan bahwa Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah kata dapat menjadi wajib. Ini merupakan angin segar bagi para pengelola sekolah swasta, karena berpeluang memperoleh fasilitas yang sama dengan sekolah negeri.

Gelombang tuntutan langsung bermunculan. Para pengampu sekolah swasta yang merasa dianaktirikan oleh pemerintah mulai bersuara. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), misalnya, mendesak pemerintah menyejahterakan guru swasta dengan memberikan kuota yang sama bagi guru swasta untuk mengikuti program sertifikasi, pemberian tunjangan profesi, dan tunjangan fungsional. (Suara Merdeka, 6/10).

Komitmen

Sekolah swasta berdiri di bawah yayasan atau organisasi yang memiliki komitmen untuk mendidik anak-anak bangsa. Sebutlah Muhammadiyah, Tamansiswa, Al Irsyad, Nahdlatul Ulama, dan organisasi berbasis keagamaan lainnya. Hal itu dibuktikan dengan bertebarannya sekolah swasta di berbagai pelosok negeri.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional misalnya, SD negeri berjumlah 131.490 sekolah, sedangkan SD swasta 12.738 sekolah. Adapun SMP negeri 16.998 sekolah dan SMP swasta 11.879 sekolah.

Sekolah swasta bisa hidup, karena kepedulian masyarakat. Sumber dana berasal dari para donatur yang rela menyisihkan sebagian kekayaannya untuk menghidupi lembaga pendidikan. Sekolah swasta bisa hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakat yang nilai kegotong-royongannya masih tinggi.

Karena kemandirian dan idealismenya, tidak semua penyelenggara pendidikan swasta menggantungkan bantuan dari pemerintah. Dalam doktrin keagamaan, mengelola pendidikan merupakan ibadah. Menjadi donatur pendidikan merupakan amal jariyah yang besar pahalanya, maka lembaga pendidikan merupakan ladang untuk beribadah. Jika segalanya dibantu pemerintah, maka ladang amal tersebut menjadi hilang dan yang masuk surga hanya pemerintah. Itu mungkin paradigma dulu. Sekarang kondisi berbalik. Banyak sekolah swasta justru mengharapkan bantuan pemerintah. (37)

–– Nur Khasanah, guru TK ABA Sodong, Wonotunggal, Batang


Tags: