Bogor (Pendis) - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI kembali membahas Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Keagamaan pada Selasa (30/07) di Bogor, Jawa Barat. Pembahasan ini dilakukan terutama dalam rangka sinkronisasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan yang belum lama terbit.
Setidaknya ada tiga catatan di dalam RPMA ini yang membutuhkan kajian lebih lanjut. Pertama, luas tanah yang dipersyaratkan dinilai sangat memberatkan. Luas tanah minimal untuk PTKN yakni 25 hektar (universitas dan institut) dan 10 hektar (sekolah tinggi). Sementara untuk PTKS yakni 5 hektar (universitas), 3 hektar (institut), dan 1 hektar (sekolah tinggi).
Menanggapi ketentuan tersebut, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Keputusan Menteri pada Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri, Imam Syaukani, mengatakan bahwa untuk mengubah ketentuan tersebut tidak dapat dilakukan serta merta karena persoalan terkait standardisasi harus mengikuti ketentuan yang dibuat Kemenristekdikti.
"Jika kita membuat standar yang lebih tinggi, itu boleh, tetapi jika standarnya lebih rendah itu tidak boleh karena Kemenristekdikti adalah pemegang otoritas menyangkut standardisasi," terang Imam.
Di dalam Permenristekdikti Nomor 100 Tahun 2016 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS, luas tanah minimal untuk PTN yakni 30 hektar (universitas dan institut) dan 10 hektar (sekolah tinggi). Adapun untuk PTS yakni 10.000 M2 (universitas), 8.000 M2 (institut), dan 500 M2 (sekolah tinggi).
Kedua, ketentuan tentang jumlah minimal dosen tetap pada setiap program studi belum memuat syarat linieritas. Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Arskal Salim, menjelaskan bahwa linieritas dilihat dari tiga aspek, yaitu pendidikan terakhir, karya yang dipublikasikan, dan mata kuliah yang diampu di PTK homebase. Di dalam RPMA ini disebutkan jumlah minimal dosen tetap untuk setiap program studi sebanyak 6 orang.
Ketiga, ketentuan tentang rasio dosen dan mahasiswa perlu ditingkatkan. Di dalam RPMA disebutkan rasio dosen dan mahasiswa adalah 1:45. Nilai rasio ini tergolong rendah ketika diukur menggunakan instrumen akreditasi dari Badan Akreditas Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT).
Keempat, di dalam RPMA ini belum mengatur tentang pendidikan tinggi vokasi/diploma. Hal ini berbeda dengan Permenristekdikti Nomor 100 Tahun 2016 yang di dalamnya masih mengakomodasi jenis pendidikan tinggi vokasi/diploma.
Pembahasan RMA tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Keagamaan berlangsung pada 30-31 Juli 2019. Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari unit eselon I terkait, beberapa PTKIN dan Kopertais. (Nanang/dod)
Bagikan: