Depok (Kemenag) — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan gagasan besar dalam transformasi pendidikan keagamaan, yakni Kurikulum Cinta. Ia menyebut bahwa inti dari seluruh ajaran kitab suci, termasuk Al-Qur’an, sejatinya adalah cinta kasih, bukan kebencian atau kekerasan.
Demikian disampaikan Nasaruddin dalam peluncuran Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon Matoa dan peletakan batu pertama pembangunan Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia (PIII) di kawasan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Selasa (22/4/2025).
“Kalau seluruh Al-Qur’an dipadatkan, intinya adalah Al-Fatihah. Dan jika Al-Fatihah dipadatkan lagi, maka intinya adalah Bismillahirrahmanirrahim. Itu akar katanya ‘rahimah’, cinta. Jadi, kalau pendidikan agama justru melahirkan kebencian, itu bukan ajaran agama yang sesungguhnya,” tegas Menag.
Gagasan Kurikulum Cinta bukan sekadar retorika, melainkan langkah konkret reorientasi kurikulum pendidikan agama agar membentuk karakter peserta didik yang inklusif, moderat, dan memiliki empati sosial tinggi.
Nasaruddin juga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap tragedi kemanusiaan di Palestina, khususnya di Gaza. Ia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sedang mempertimbangkan kemungkinan mendatangkan pengungsi Palestina ke Indonesia dengan pengaturan khusus.
“Ini adalah panggilan kemanusiaan. Ketika bangsa lain terpaksa meninggalkan rumahnya karena perang, kita—yang hidup dalam damai—harus hadir sebagai saudara,” katanya.
Menag juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan Indonesia bukan hanya pusat toleransi dan pendidikan Islam yang moderat, tetapi juga pusat solidaritas kemanusiaan global.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam sambutannya menyambut baik inisiatif “Kurikulum Cinta” yang digaungkan oleh Kemenag. Ia menyebut bahwa di tengah derasnya arus globalisasi dan konflik antaridentitas, pendidikan agama harus menjadi benteng moral dan pusat etika publik.
“Kita tidak bisa terus menerus membiarkan ruang publik dipenuhi narasi kebencian. Kurikulum cinta ini adalah jawaban berani dan berakar pada nilai-nilai luhur agama,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar gagasan ini menjadi gerakan nasional lintas kementerian dan lintas iman. “Cinta adalah bahasa universal. Agama apa pun pasti mengajarkannya,” tambahnya.
Dalam laporannya, Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar Ali menyampaikan bahwa pengembangan kurikulum berbasis cinta merupakan bagian dari transformasi kelembagaan yang lebih luas. Ia menegaskan bahwa kementerian kini tengah menata ulang arah pendidikan agama agar lebih kontekstual dan responsif terhadap tantangan zaman.
“Pendidikan kita ke depan bukan hanya melahirkan intelektual, tapi juga insan yang berjiwa welas asih, toleran, dan punya kesadaran ekologis serta sosial yang kuat,” terang Nizar.
Ia juga menyampaikan bahwa Kemenag terus mendorong penguatan pendidikan moderasi beragama, ekotheologi, hingga diplomasi pendidikan antarbangsa sebagai bagian dari strategi soft power Indonesia di tingkat global.
Bagikan: