Jakarta (Kemenag) --- Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo Muhammad Syafi'i, menyampaikan komitmen pemerintah dalam memperkuat pendidikan nasional, khususnya di sektor keagamaan, melalui sejumlah langkah strategis. Dalam sambutannya di acara Penutupan Rapat Kerja Nasional Pendidikan Islam 2025 pada Rabu (22/1/2025) malam, Wamenag menyampaikan harapan kebijakan ambisius, termasuk perbaikan infrastruktur pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru, hingga restrukturisasi di Kementerian Agama.
Romo menyebut pemerintah telah mengalokasikan dana segar sebesar $20 miliar dari penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan, baik umum, keagamaan, maupun pesantren. Dana tersebut akan difokuskan pada perbaikan fasilitas dasar seperti MCK, atap sekolah, meja, dan kursi belajar.
"Kepala daerah harus lebih memprioritaskan infrastruktur fisik terlebih dahulu sebelum program makan bergizi gratis. Fasilitas yang layak adalah fondasi dari pendidikan berkualitas," tegas Wamenag.
Wamenag juga mendorong percepatan sertifikasi guru dalam dua tahun ke depan, mengakhiri skema sebelumnya yang hanya menargetkan 45 ribu guru per tahun. "Kita harus menyediakan dana yang cukup untuk meningkatkan gairah dan kinerja guru. Tanpa guru yang kompeten, visi pendidikan kita sulit tercapai," ujarnya.
Sebagai bagian dari transformasi kelembagaan, Wamenag mengusulkan restrukturisasi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menjadi beberapa direktorat baru, seperti Direktorat Jenderal Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Keagamaan serta Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Keagamaan.
Usulan ini melibatkan kolaborasi dengan akademisi, rektor, dan pejabat terkait untuk menciptakan desain struktur yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan pendidikan.
Ia juga menyoroti tantangan dalam pendidikan keagamaan, seperti ketidaksesuaian antara pengetahuan agama dan semangat keberagamaan. Perguruan Tinggi dibawah naungan Kementerian Agama, tidak lepas dari perhatiannya.
"Alumni berpendidikan tinggi sering kali kurang memiliki kepedulian sosial dan lingkungan. Kita membutuhkan riset mendalam untuk menjembatani kesenjangan ini," tuturnya.
Ia menekankan bahwa pendidikan bukan hanya transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter. "Kita harus mengintegrasikan praktik langsung yang melibatkan kehidupan sosial dan lingkungan dalam pendidikan. Ini adalah kunci mencetak generasi yang berintegritas," katanya.
Dalam Perguruan Tinggi Islam Negeri, kepala biro yang dianggap sebagai pejabat struktural tertinggi didorong untuk lebih proaktif menyelesaikan persoalan pendidikan Islam. "Kita perlu memaksimalkan peran mereka untuk mendukung visi pendidikan yang berkualitas," tambahnya.
Dengan berbagai langkah strategis ini, Wamenag optimis pendidikan Islam dapat menjadi lokomotif perubahan. "Melalui kolaborasi, inovasi, dan kerja nyata, kita bisa mewujudkan pendidikan yang tidak hanya kompeten secara akademik, tetapi juga memiliki nilai keagamaan dan kepedulian sosial tinggi," tutupnya.
Bagikan: