Jakarta (Pendis) - Agama dan keadilan gender dewasa ini menjadi salah satu isu penting yang masih terus diperdebatkan di banyak kalangan termasuk agamawan sendiri. Pada tataran realitas social, kecenderungan umum/arus utama (mainstream) tentang relasi gender masih memperlihatkan pandangan-pandangan yang diskriminatif terhadap perempuan. Meskipun modernitas telah menciptakan perubahan dalam banyak bidang tetapi norma-norma social yang masih hidup dan diberlakukan hingga dewasa ini masih tetap menempatkan perempuan sebagai makhluk domestik dan subordinat.
Dalam kegiatan konferensi gender dan gerakan social yang digelar di Syahida Inn Ciputat pada 16 hingga 18 Oktober 2019, Husein Muhammad dari Fahmina Institute mengungkapkan Gender kini menjadi isu yang diperbincangkan secara luas dan sengit di berbagai belahan dunia.
Salah satu pertanyaan mendasar yang sering diajukan berkaitan dengan isu ini adalah apakah agama, khususnya Islam mengafirmasi relasi laki-laki dan perempuan sebagai relasi yang setara menyangkut hak sosial, budaya, dan politik politik mereka.
Menurut Kiai Husein, masyarakat harus memelihara semangat membangun generasi yang adil dan membangun kemanusiaan itu sendiri. "Karena ini merupakan salah satu misi yang diajarkan Nabi, yakni misi pembebasan manusia dari cengkeraman kebodohan dan penindasan," kata lelaki yang akrab disapa Buya Husein itu.
Buya Husein mengungkapkan, masyarakat harus keluar diri zona patriarki dan menciptakan dunia baru yang berkemajuan dan berkeadilan.
Menurutnya, ia tidak semata-mata ada untuk membela perempuan, tetapi untuk membela keadilan. "Kebetulan sekarang budayanya budaya patriarki yang mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Feminisme itu adalah gerakan untuk membebaskan perempuan dari kekerasan dan subordinasi untuk menciptakan suatu keadilan. Hal ini sangatlah Islami menurut saya," katanya.(Hikmah).
Bagikan: