Tangerang (Pendis) - Problem guru di lingkungan Pendidikan Islam ternyata bukan hanya permasalahan rekruitmen, penataan dan distribusi, tetapi juga menyangkut perbandingan (rasio) populasi guru terhadap jumlah murid madrasah. "Ternyata jumlah guru di madrasah adalah nomor satu di dunia, dengan perbandingan 1 guru mengajar 10 murid (1:10). Ironisnya, jumlah guru tersebut tidak berkorelasi positif dengan kualitas atau mutu pendidikan," kata Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin, pada "Workshop Pengelolaan BMN Pusat dan Satker di Banten" di Serpong Tangerang, Kamis (16/10) malam.
Sebagai perbandingan, lanjut Guru Besar UIN Alaudin Makassar ini, pada skala nasional (Indonesia) perbandingan guru dan murid adalah 1:15 (1 guru mengajar 15 siswa). Jepang 1:17. Amerika dan Eropa 1:25-30. "Seharusnya semakin banyak guru, kualitas pendidikan di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam semakin bagus dikarenakan intensitas dan bimbingan guru terhadap murid akan lebih banyak," cetus Kamaruddin.
Faktanya, singgung alumnus Rheinischen Friedrich Wilhelms Universitaet Bonn Jerman ini, hasil proses belajar mengajar yang bisa dibuktikan (outcome) dengan ujian yang dilakukan para murid nilainya sangat buruk. "Yang diuji 3 hal; Matematika, Reading (reading comprehension skills), dan sains nilainya di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)," sesal Kamaruddin.
Jika pendidikan kita tidak baik, terang Kamaruddin, yang dipersalahkan pasti guru karena ialah yang bertatap muka dengan para murid. "Tidak bagusnya kualitas guru, kemungkinannya ada beberapa hal; pertama, guru tidak berkualitas karena kualifikasinya rendah. Masih ada 300 ribu guru yang belum bergelar sarjana. Kedua, banyak guru mengajar yang tidak sesuai dengan bidangnya, miss match. Dan ketiga, distribusi guru tidak seimbang," tegas Kamaruddin.
Di akhir orasinya di hadapan para operator Barang Milik Negara (BMN) madrasah, ia berpesan agar senantiasa mencintai dan menikmati pekerjaannya serta selalu menciptakan inovasi. "Dalam bekerja, jangan semata-mata rutinitas saja. Berpikirlah out of the box dalam rangka perbaikan sistem tata kelola Ditjen Pendidikan Islam dan Kementerian Agama pada umumnya," tutup Kamaruddin Amin.
(viva/dod)
Bagikan: