Bogor (Pendis) - Opini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk Kementerian Agama tahun 2015 ini masih sama dengan tahun lalu yaitu WTP-DPP (Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas). Salah satu faktor penyebab tidak "naik kelasnya" predikat ini adalah aset (Barang Milik Negara) Kementerian Agama yang belum akuntable, khususnya di Ditjen Pendidikan Islam sebagai Unit Eselon I dengan anggaran terbesar, 85%, di Kementerian Agama.
"Penataan BMN di Pendis belum tertata secara bagus. Contohnya banyak aset tanah yang masih belum bersertifikat, belum menjadi hak milik Kementerian Agama," sambut Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin, pada Workshop Peningkatan Kualitas Pengelolaan BMN Eselon I Kementerian Agama di Bogor, Rabu (8/9/2015) malam.
Pengelolaan BMN yang belum tertata ini bukan berarti Pendis lalai terhadap tugas dan tanggungjawabnya akan tetapi problemnya sangat komplek, turun-temurun dari tahun ke tahun yang tidak segera diselesaikan pada saatnya. "Jadi tidak ada alasan lagi untuk membuat langkah-langkah out of the box, langkah kreatif dan inovatif untuk menata pengelolaan BMN," tegas mantan pengajar Fakultas Adab UIN Alauddin Makassar ini.
Dengan langkah terobosan ini, harap Kamaruddin, semoga bisa meningkatkan awareness, kesadaran khususnya kompetensi penanganan dan pengelolaan BMN. Dengan langkah ini juga, komitmen dan semangat yang terbaik meningkat dalam rangka menjaga performa Kementerian Agama.
Salah satu teknik pengelolaan BMN yang paling mudah dilakasanakan adalah koordinasi para pengelola BMN di seluruh Unit Eselon I Pendis. "Sebenarnya kalau bisa bersinergi di seluruh Indonesia dalam penanganan BMN khususnya di lingkungan Eselon I Ditjen Pendis, ini tidaklah terlalu rumit. Walaupun aset itu dinamis akan tetapi tidak terlalu akseleratif, beda dengan pendataan siswa dan guru yang fluktuatif," tegas Kamaruddin.
Di depan pengelola BMN seluruh Unit Eselon I Kementerian Agama dan khususnya di lingkungan Ditjen Pendis, Kamaruddin menjelaskan bahwa BMN itu dihitung dari belanja modal. Kalau dari belanja modal dari 4 ribu-an satker terekam dengan bagus, kemudian dimasukkan dalam sistem informasi teknologi (IT) secara kontinyu maka tugas ini tidak akan terlalu berat. Namun fakta dan dinamikanya berbeda sehingga memang dibutuhkan kompetensi, integritas dan komitmen yang tinggi dari para pengelolanya.
Oleh karena itu, lanjut mantan Project Manager Unit (PMU) IDB di UIN Makassar ini, kompetensi teknis ini adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi. Dan yang perlu diperhatikan juga adalah beban kerja dan energi yang ada. "Kita harus mengevaluasi the right man on the right place," tutup Kamaruddin pada sesi pertama kegiatan ini.
(viva/dod)
Bagikan: