Jakarta (Pendis) - Penetapan Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober tak sekedar bermakna pengakuan negara atas pengorbanan dan sumbangsih kaum santri dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Lebih dari itu, Hari Santri adalah bentuk peneguhan komitmen dan tanggungjawab santri terhadap masa depan kehidupan keagamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sejenak mari kita mengenang sejarah perjuangan bangsa dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana kaum santri dari berbagai daerah, suku dan golongan, memberi andil dan pengorbanan yang tak ternilai. Kepahlawanan santri pejuang generasi perintis dan pendiri Republik, seperti KH. Hasyim Asy`ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Wahid Hasyim, KH. Mas Mansyur, KH. Ahmad Soorkati, KH. Abdul Halim, Ki Bagus Hadikusumo, termasuk para santri perempuan seperti Nyai Ahmad Dahlan, Hj. Rahmah El Yunusiyyah dan lain-lain terpahat dalam lukisan sejarah bangsa," jelas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang diwakili oleh Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin di Jakarta (23/10/2017).
Hari Santri bukan milik suatu golongan tertentu, melainkan milik semua golongan umat dan bangsa Indonesia seluruhnya. Semangat memperingati Hari Santri Nasional mengingatkan kita semua tentang arti pentingnya pembangunan karakter, akhlak dan kepribadian bangsa yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan dan wawasan kebangsaan.
Peringatan Hari Santri Nasional perlu dimaknai sebagai upaya memperkokoh peran semua elemen bangsa dalam berkontribusi mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadaban, berkemajuan, berkesejahteraan, berkemakmuran, dan berkeadilan. Dalam kesempatan ini, saya ingin menggarisbawahi manifestasi tanggungjawab santri selama ini bukan hanya kepada almamaternya saja, melainkan juga kepada bangsa dan negara.
Nilai-nilai dan tradisi pendidikan Islam yang membentuk jati diri para santri di negara kita adalah ajaran yang rahmatan lil alamin serta mampu beradaptasi dan berdialog dengan budaya lokal dan cara berpikir masyarakat yang majemuk. Selama beberapa dekade, pendidikan agama dan keagamaan mampu memelihara eksistensinya di tengah dinamika kehidupan bangsa dan dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Pemerintah melalui Kementerian Agama yang mempunyai tugas memberi bimbingan kehidupan beragama, membina pendidikan agama dan keagamaan, menyelenggarakan layanan dasar keagamaan serta perlindungan umat beragama sebagai implementasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dari waktu ke waktu terus berupaya memberdayakan dan memajukan pendidikan agama dan keagamaan, khususnya pendidikan pesantren, agar menjadi institusi pendidikan anak bangsa yang memiliki keunggulan untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, produktif, mandiri serta berwawasan global. (sya/dod)
Bagikan: