Batam (Pendis) - Selain harus memahami secara teknis dalam melakukan perencanaan program dan kegiatan, para perencana yang ada di bawah Direktorat Pendidikan Madrasah juga dituntut untuk memahami konten perencanaan. Konten yang dimaksudkan ialah memahami "ruh" madrasah itu sendiri, "dua hal ini harus dikuasi oleh para perencana di seluruh tingkat kantor wilayah," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nur Syam, Rabu (9/10) di Batam Kepulauan Riau.
Dalam sambutannya pada Kegiatan Orientasi Sistem Perencanaan Pendidikan Madrasah yang berlansung hingga Jumat (11/10), penulis buku Islam Pesisir ini menyatakan bahwa dalam konten perencanaan harus punya gambaran terkait pengembangan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing madrasah dan peningkatan tata kelola birokrasi, "itu kita harus punya sense itu supaya kita tidak salah mengeksekusi (anggaran-red), ini yang saya sebut sebagai konten yang jauh lebih penting ketimbang persoalan administratif perencana," terang Dirjen Pendis.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh para perencana madrasah tingkat Kanwil itu juga Nur Syam menegaskan bahwa hal itu juga harus didukung pula dengan kesadaran dan pemahaman para perencana dalam memahami rencana strategis pemerintah, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan lainya, "itu harus kita fahami, karena kita menggunakan perencanaan berbasis sistem yang harus didasarkan pada hasil serapan yang ada di wilayah," tukasnya.
Dalam sejarahnya, lanjut Dirjen Pendis, ada tiga sistem perencanaan dalam bernegara dan pemerintahan, pada zaman orde baru (orba) sistem yang digunakan dalam perencanaan menggunakan sistem top down yang hanya mencerminkan keinginan pemerintah pusat, "jadi tidak mencerminkan perubahan, karena sudah dirancang dari pusat, ini yang kemudian dikritik banyak orang karena tidak melibatkan bawahan," paparnya.
Karena banyak kritik itu yang akhirnya menghasilkan sistem perencanan berbasis button up planning dimana perencanaan tersebut dirumuskan dari bawah lalu diusulkan ke pimpinan pusat, "maka, perencanaan disusun setahun sebelum tahun eksekusi, kemudian dikenal istilah pagu indikatif, pagu sementara. Dan adanya pagu definitif itu sesunguhnya disebut perencanaan berbasis button up sistem, ini yang menjadi satu keharusan," paparnya lagi. Oleh sebab itu itu maka sistem tersebut harus kuat dibawah dan kuat diatas supaya terjadi keseimbangan.
Selanjutnya Dirjen Pendis memaparkan bahwa belakangan ini juga dikenal dengan sistem perencanaan partnership planning. Sistem ini merupakan gabungan antara sistem yang ada sejak orba tadi dan sistem button up planning yang belaku saat ini. Dalam sistem ini menitikberatkan pada bangunan jaringan antara pemerintah dengan dunia usaha, "sebab pemerintah tidak mampu untuk membiayai seluruh kebutuhan," ujarnya. Meski cukup rumit sistem ini, namun tidak menutup kemungkinan sistem ini akan digunakan.
"Para perencana disini jangan sekedar sebagai agen, tapi bagian dari pengembangan Pendidikan Islam. Sekali lagi saya berharap, karena kita berada dalam sistem but ton up planning ini agar para perencana tidak keluar dari koridor untuk mengembangkan akses pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan madrasah, relevansi dan daya saing madrasah serta tata kelola birokrasi. Jadi semua harus bermuara pada tiga hal itu." Pungkasnya.
(Sholla/ra)Bagikan: