Jakarta (Pendis) - Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamarudin Amin menyatakan bahwa tantangan pendidikan Islam paling nyata adalah guru. "Masih rendahnya kualifikasi dan anggaran guru," ujarnya dalam Evaluasi Capaian Kinerja Kemenag Triwulan ll Tahun 2015, di Auditorium H.M Rasyidi Gedung Kementerian Agama Jakarta, Rabu (19/08/15). Rapat ini yang dipimpin oleh Sekjen Kemenag R.I Nur Syam ini diikuti oleh para pejabat Eselon I, Eselon II, para Kabag Ortala dan Kepegawaian, para Kabag Perencanaan, dan para Kasubag Ortala.
Pada kesempatan ini, Dirjen Pendis menyampaikan bahwa persoalan utama yang terjadi pada guru-guru madrasah adalah masalah distribusi guru yang tidak merata. "Jumlah guru-guru kita sebenarnya sudah banyak namun tidak diimbangi dengan distribusi guru yang merata," ujarnya. "Di sebagian daerah terjadi kelebihan guru, sementara daerah lain mengalami kekurangan guru," tambahnya.
Selain itu, problem kualifikasi pendidikan guru juga sampai saat ini belum dapat dituntaskan. Sekitar 35% guru belum memenuhi kualifikasi, termasuk di dalamnya guru berstatus PNS. "Yang paling banyak tentu saja guru swasta. Mereka diangkat oleh yayasan," ujar Kamaruddin.
Tahun angaran 2015, Ditjen Pendis menyelenggarakan sertifikasi guru untuk 50.961 orang guru PNS dan guru non-PNS, memberikan tunjangan profesi bagi 182.505 guru non-PNS, tunjangan fungsional bagi 485.912 guru non-PNS, dan tunjangan khusus bagi 4000 guru non-PNS.
Menurut Dirjen Pendis, perlu dilakukan terobosan dalam meningkatkan mutu pendidikan Islam di daerah---khususnya bagi madrasah. Pihaknya telah melakukan koordinasi strategis dengan Kemenkeu, Kemendiknas, Kemendagri dan Bappenas. "Agar ada kepastian kenaikan anggaran untuk pengembangan guru," katanya.
Terobosan lainnya adalah mengajak daerah-daerah yang belum peduli pada program pendidikan Islam melakukan benchmarking pada pemerintah daerah yang telah serius membantu memajukan pendidikan Islam, seperti Propinsi Jambi, Kabupaten Aceh Barat, Langkat, Jepara, dan lain-lain. "Langkah-langkah ini sudah saya bicarakan dengan direktorat yang bertanggung jawab pada produk hukum daerah Kemendagri," jelasnya.
Disadari bahwa kekurangan regulasi pendidikan Islam masih belum bisa diatasi. Hal ini menjadi masalah serius dalam tata kelola pendidikan Islam. "Saya sudah minta membentuk tim regulasi, tapi belum dilaksanakan. Regulasi perlu perbaikan. Ini harus menjadi perhatian serius," tandasnya.
Dilaporkan, serapan anggaran program Pendidikan Islam pada Triwulan II sebesar 36,49% dari 46,5 triliun atau sebesar Rp 16,942 trilun. Kendala realisasi anggaran diantaranya perubahan akun belanja bansos, revisi program/kegiatan, dan penyesuaian mekanisme pencairan dengan regulasi baru.
(a3/dod)
Bagikan: