“Semua agama mengajak kepada kebaikan dan mengajarkan nilai-nilai luhur kepada umatnya.”
Pada dasarnya semua agama di muka bumi ini mengajarkan dan mengajak umatnya untuk berbuat kebaikan, dan semua agama mendoktrinkan pula kepada umatnya untuk senantiasa menanamkan nilai-nilai luhur tentang kemanusiaan, kasih sayang, dan menghormati antar sesama. Namun, akhir-akhir ini mengapa banyak negara di dunia terjadi konflik agama, seperti; tragedy Rohingnya di Myanmar, Konflik Moro Filipina, hingga relasi Kamboja-Thailand, Kamboja-Vietnam, serta ketegangan di Laut China Selatan, Konflik Israel-Palestina, Konflik Uighur di Xinjiang China, serta peta konflik berbasis agama di Asia Tenggara, dan tensi politik-keamanan lainnya di Indo-Pasifik. yang ikut mewarnai forum diskusi dan perbincangan antara pemuka agama dan pemimpin politik pada tingkat ASEAN.
Dari beberapa kejadian yang penulis sebutkan di atas, tentu membuat kita untuk berpikir dan menganalisis secara tajam. Apa yang terjadi saat ini tentu bermuara pada pemahaman yang salah dalam cara beragama selama ini sehingga telah membawa kepada konflik, kekerasan dan/atau konflik agama, dan awalnya agama mengajari kepada umatnya untuk bersikap kasih sayang, kini telah berputar menjadi ladang permusuhan, dan pertumpahan darah, sehingga membutuhkan model pendekatan baru sebagai solutif bagi pemecahan masalah tersebut.
Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah di benua Asia. Wilayah ini, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi kekuatan dunia. Adapun negara yang tergabung dalam kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Singapura, Brunei, Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste.
Agama yang dianut oleh penduduk Asia Tenggara sangat beragam, dan tersebar di seluruh wilayah. Agama Buddha menjadi mayoritas di Thailand, Myanmar, dan Laos serta Vietnam dan Kamboja. Agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia, Malaysia, dan Brunei dengan Indonesia menjadi negara dengan penganut Islam terbanyak di dunia. Agama Kristen menjadi mayoritas di Filipina dan Timor Leste. Di Singapura, agama dengan pemeluk terbanyak adalah agama yang dianut oleh orang Tionghoa seperti Buddha, Taoisme, dan Konfusianisme.
Sebagai wilayah yang temasuk dalam Kawasan Asia Tenggara, ASEAN sangat memerlukan solusi dan jawaban kongrit dalam menghadapi berbagai persoalan agama, dan mendorong agama benar-benar pada posisi yang tepat, memerankan agama secara aktif untuk membangun peradaban umat. Karena itu, sangat dibutuhkan cara beragama yang baik, dalam bentuk cara pandang secara moderat dalam beragama yaitu sikap yang tidak berlebihan, tidak ekstrem dan tidak radikal (tatharruf).
Universalisasi Moderasi Beragama
Secara substantif “Moderasi Beragama” sebenarnya bukan hal baru bagi bangsa kita dan jelas bahwa “Moderasi Beragama” sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan bersikap tenggang rasa, mengajarkan kita untuk saling memahami dan menghormati satu sama lain yang berbeda dengan kita. Bukan sebaliknya mencaci, dan saling merendahkan.
Mengingat begitu banyaknya problem agama yang terjadi di wilayah ASEAN dan beberapa Negara lainnya, menurut penulis sudah saatnya pula konsep ‘Moderasi Beragama’ untuk diperkenalkan ke dalam berbagai forum Internasional, dan menjadikan konsep ini sebagai salah satu instrumen penting dalam menjaga perdamaian dunia. Untuk itu penting konsep Moderasi Beragama ala Indonesia ini dipresentasikan dalam forum internasional sebagai sebuah strategi baru untuk mendorong para pemuka agama di dunia agar dapat mengatasi berbagai problematika yang terjadi saat ini di negaranya secara moderat. Gagasan ini juga perlu kampanyekan di lingkungan ASEAN dan sekitarnya dengan tujuan untuk membangun pemahaman cara beragama yang benar, dan mengharmonisasi perdamaian dari perspektif keagamaan.
Oleh karena itu, menurut penulis inisiasi yang dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam beberapa kegiatan skala internasional seperti; G20 Forum Religion Twenty (R20) tahun 2022 di Bali, International Fiqh of Civilization (Muktamar Internasional Fikih Peradaban-1 tahun 2023 di Surabaya, dan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (ASEAN-IIDC) 6-8 Agustus 2023 di Jakarta merupakan forum internasional yang strategis dalam mempromosikan konsep “Moderasi Beragama” ala Indonesia. Sehingga, konsep “Moderasi Beragama” yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama dapat tersosialisasi dengan baik di lingkungan ASEAN dan Negara-Negara sekitarnya. Sekaligus sebagai suatu strategi untuk Indonesia dalam melakukan terobosan penting dalam menciptakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara khususnya, juga mendukung stabilitas dan perdamaian global.
Oleh sebab itu, sangat perlu untuk dilakukan penguatan konsep “Moderasi Beragama” secara masif, dan menjadikan konsep ini sebagai solusi dalam menjaga keutuhan Bangsa melalui sikap beragama yang baik di masyarakat dalam beberapa program utama, diantanya: Pertama, mengajarkan pemahaman keagamaan yang moderat melalui pendidikan dan pengajaran secara global; dan Kedua, memperbanyak literasi melalui penulisan yang menuliskannya secara lebih komprehensif dan terstruktur tentang “Moderasi Beragama” dalam bentuk buku teks maupun buku bacaan lainnya sehingga mudah dipahami oleh siapa saja, menjadi referensi dan rujukan bagi semua kalangan; Ketiga, Penerjemahan berbagai buku teks, dan bacaan tentang “Moderasi Beragama” dalam berbagai Bahasa Internasional agar konsep “Moderasi Beragama” dapat dipahami oleh masyarakat Internasional secara luas.
Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi kondusif dan maju. Wallahualam Bissawab.
Penulis : Dr. Rahmad Syah Putra, M.Ag., M.Pd (Akademisi & Peneliti Ilmu Sosial dan Keislaman)
Tags:
ModerasiBeragamaBagikan: