Yogyakarta (Pinmas) - Indeks Program for International Student Assessment (PISA) anak Indonesia berada pada urutan ke 62 dari 70 negara yang disurvei oleh Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015. Hasil riset ini menunjukan lemahnya literasi anak Indonesia.
Menurut Imas Maesaroh salah seorang ahli perpustakaan dari UIN Sunan Ampel Surabaya mengatakan faktor penyebab rendahnya literasi anak di Indonesia. Selain kurangnya bahan bacaan, minimnya persiapan guru dalam membuat program peningkatan membaca juga sangat berpengaruh. Apalagi, jika guru kurang tertarik dengan program membaca.
"Anak bisa membaca baik, tapi kita harus melatih anak membaca kritis dan menganalisis informasi, terlebih era sekarang era digital. Informasi bertebaran di mana-mana, sehingga siswa harus diajarkan memfilter informasi mana yang hoax mana yang fakta, termasuk berita atau opini," ungkap Imas saat menyampaikan materi peningkatan kompetensi pustakawan madrasah di Yogyakarta, Rabu (21/8).
Ia juga mengungkapkan ada empat strategi untuk meningkatkan pemahaman membaca yaitu visualisasi, ringkasan, membuat kesimpulan dan menghubungkan dalam kehidupan dan pengalaman.
Master perpustakaan lulusan University of New South Wales Australia ini mengajak siswa untuk memvisualisasikan apa yang dibaca, seperti diajak menggambar dari apa yang dibaca, "Kemudian dilatih untuk membuat ringkasan membuat kesimpulan serta memancing siswa untuk menghubungkan dengan pengalaman," ujar Doktor alumni Curtin University Singapore.
Sementara narasumber lain Nur Kholis, menjelaskan salah satu program yang bisa dilakukan untuk melatih literasi siswa adalah membaca senyap 20 menit. Yaitu membiarkan siswa membaca selama 20 menit tanpa ada yang bersuara.
Pembiasaan membaca akan meningkatkan literasi siswa, sebab menurutnya literasi adalah kunci. "Keterampilan literasi siswa sangat berpengaruh terhadap pencapaian akademiknya. Semakin baik literasi siswa, akan semakin baik pula pencapaian akademiknya," tambah Kholis. (Asro/Solla)
Bagikan: