Jakarta (Kemenag) — Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Amien Suyitno, menegaskan bahwa filantropi Islam seperti zakat dan wakaf merupakan kekuatan strategis dalam mewujudkan pembangunan global yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini disampaikannya dalam International Seminar bertema “Holistic Transformation in Economy and Environment” Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Raden Fatah Palembang, Kamis (26/6/2025) melalui Zoom Meeting.
Dalam paparannya berjudul "Global Sustainability Through the Lens of Islamic Economics, Waqf, and System Innovations", Suyitno menyoroti kompleksitas tantangan global saat ini—mulai dari konflik geopolitik, krisis kemanusiaan, hingga dampak perubahan iklim—yang menuntut solusi inovatif berbasis nilai dan spiritualitas.
“Kita harus membaca tantangan dunia hari ini sebagai peluang untuk meneguhkan peran ekonomi Islam. Waqaf dan zakat bukan sekadar ibadah finansial, tetapi instrumen pembangunan yang sangat relevan dalam konteks Sustainable Development Goals (SDGs),” ujar Prof. Suyitno.
Menurut data yang dipaparkan, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan berdasarkan World Giving Index 2023. Potensi dana zakat nasional mencapai Rp327 triliun, sementara potensi wakaf tunai diproyeksikan hingga Rp180 triliun secara bertahap. Bahkan hingga Maret 2024, sebanyak 440 ribu lokasi tanah wakaf telah tercatat, mencakup luas lebih dari 57 ribu hektar.
“Ini adalah potensi luar biasa. Tapi potensi saja tidak cukup. Kita perlu desain sistem yang kuat, kolaboratif, dan berbasis digital,” tegasnya.
Arah Baru: Dana Abadi Pendidikan dan Waqf Korporasi
Dirjen juga mendorong penguatan sinergi antara pesantren, kampus Islam (PTKI), lembaga baitul maal korporasi, dan instansi pemerintah dalam gerakan wakaf nasional. Dalam jangka panjang, wakaf diharapkan mendukung education endowment fund, beasiswa, dan pembiayaan operasional lembaga pendidikan secara berkelanjutan.
Kemenag sendiri mendorong integrasi skema Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) dalam memperluas daya jangkau filantropi Islam di sektor keuangan dan korporasi.
“Kami ingin membangun ekosistem wakaf yang produktif, transparan, dan partisipatif. Di sinilah peran PTKI, pesantren, dan insan akademik menjadi katalisator perubahan,” katanya.
International Seminar ini menjadi panggung penting untuk menyuarakan bahwa peradaban masa depan tidak dibangun hanya dengan teknologi, tapi juga dengan nilai. Islam, melalui ekonomi dan filantropinya, menawarkan peta jalan menuju dunia yang lebih adil dan lestari.
“Waqaf adalah investasi abadi. Bukan hanya untuk dunia, tapi juga akhirat. Maka mari bersama kita hidupkan semangat berbagi yang produktif dan berdampak,” pungkas Prof. Suyitno.
Bagikan: