Padang (Pendis) - Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI terus melakukan penguatan pelatihan kapasitas madrasah inklusi yang bertujuan untuk membangun pendidikan inklusif masa depan.
Direktur GTK Madrasah Muhammad Zain menyampaikan istilah difabel lebih tepat digunakan pada anak berkebutuhan khusus (ABK) karena memiliki arti differentially able yang berarti memiliki kemampuan yang berbeda.
Hal ini berbeda dengan kata disable, karena bermakna tidak mampu atau tidak dapat melakukan sesuatu secara sebagian atau secara keseluruhan. Variasi dan diferensiasi dari anak-anak difabel tersebut merupakan hal yang istimewa dan karunia dari Tuhan yang harus disyukuri.
Filosofi anak-anak difabel, lanjut Zain, yang paling utama adalah tidak boleh ada perbedaan bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan di negeri ini. Landasan bagi hal tersebut adalah undang-undang dasar menjamin pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
“UUD 1945 pasal 31 menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan," ungkap Zain di Padang pada Rabu (09/08/2023).
Pendidikan Inklusif, kata Zain, meniscayakan akan adanya realitas hidup yang majemuk. Bhinneka Tunggal Ika. Hakikat Bhinneka Tunggal, ada Difabel, different ability, kecerdasan yang berbeda. Bukan disabel, cacat, kehilangan kemampuan, dst. Di sini juga relevan dengan IKM, dengan value diferensiasi, setiap anak cerdas dan memiliki kecerdasan yang berbeda-beda.
Zain Menambahkan, pendidikan sebagaimana kita ketahui adalah meningkatkan harkat dan derajat serta humanizing human atau memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia berarti madrasah inklusi harus humanis dengan memastikan tidak adanya bullying ataupun perundungan. Hal tersebut harus dilaksanakan secara nyata bukan hanya diucapkan dalam lisan.
“Implementasi Kurikulum Merdeka, salah satunya adalah terwujudnya madrasah inklusi. Hal ini disebabkan karena dalam madrasah inklusi terdapat berbagai perbedaan bukan hanya dari suku, ras, warna kulit, tapi lebih jauh dari itu terdapat juga anak-anak difabel yang memiliki kemampuan khusus," tukasnya.
Staff Khusus Menteri Agama RI, Mariana Ariestyawati, saat menyampaikan arahan menyampaikan pendidikan madrasah inklusi memang meiliki tempat khusus di hatinya. Bahkan menurutnya, salah satu tugas yang pertama kali diberikan oleh Menteri Agama kepadanya adalah untuk mengawal pendidikan inklusi di madrasah.
Mariana melanjutkan bahwa pendidikan harus dibagun dalam 3 pilar yaitu keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan dan kemandirian ekonomi. Kenapa harus tiga pilar terseut, sebutnya, karena tujuan utamanya adalah agar tidak tinggal di menara gading. "Karena selama ini pendidikan kita dibuat untuk me jadikan manusia unggul, tetapi lupa untuk mendidik manusia yang berperikemanusiaan, mandiri, dan memberi manfaat bagi masyarakat luas," tandasnya.
“Seharusnya anak-anak menjadi bagian dari masyarakat dan sadar akan peranya dalam masyarakat, maka kelak ia akan memberikan peran yang signifikan dalam pembangunan daerahnya," sambung Ana.
PLH Kakanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat, Hendri Pani mengaku sangat senang dan mengapresiasi kegiatan ini dapat terlaksana di Ranah Minang. Ia berharap semoga kegiatan ini menjadi contoh baik terkait Pendidikan Inklusif di Madrasah.
“Setiap anak berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sama, meskipun dia berkebutuhan khusus," tegasnya
Hendri menyampaikan layanan terkait anak berkebutuhan khusus selalu tekait dengan sarana dan fisik, padahal lebih dari itu ada hal yang lebih penting yang harus disiapkan yaitu tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus.
"Maka dari itu semoga kegiatan ini dapat melahirkan tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus yang hebat dan dapat melahirkan kesetaraan bagi seluruh anak baik itu berkebutuhan khusus maupun yang lainnya demi tercapainya cita2 bangsa," pungkasnya.
Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 hari, dengan menghadirkan 40 kelas A dan 40 kelas B perwakilan guru, kepala dan tendik di madrasah.
Bagikan: