Jakarta (Kemenag) – Kementerian Agama melalui Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah terus berkomitmen memperkuat layanan pendidikan inklusif di madrasah. Salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah mereviu dan menyempurnakan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Madrasah agar lebih adaptif dan berpihak pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
“Pendidikan inklusif adalah sistem layanan yang memberikan kesempatan belajar bagi semua, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, pendekatannya tidak bisa disamaratakan. Guru harus mampu memberikan perlakuan yang berbeda sesuai kebutuhan masing-masing anak,” tegas Direktur KSKK Madrasah, Nyayu Khodijah, saat memberikan arahan dalam Focus Group Discussion (FGD) Review Pedoman Pendidikan Inklusif, Kamis (3/7/2025).
Nyayu menekankan bahwa regulasi ini bukan sekadar membuka pintu penerimaan ABK di madrasah dan pesantren, melainkan memastikan mereka benar-benar mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan bermartabat. “Kita tidak ingin hanya menerima mereka, tetapi juga memastikan mereka berkembang,” tambahnya.
Meski demikian, Nyayu mengakui bahwa tantangan utama dalam implementasi pendidikan inklusif adalah keterbatasan sarana prasarana serta ketersediaan guru pendamping yang kompeten. “Keduanya adalah kunci dalam memastikan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik disabilitas,” jelasnya.
Senada dengan itu, Anis Masykhur, Kasubdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi, mengungkapkan bahwa saat ini madrasah telah memiliki dua pedoman dasar, yakni Keputusan Dirjen Pendis No. 604 Tahun 2022 dan No. 758 Tahun 2022. Namun, kedua regulasi tersebut perlu diperbarui dan disinkronkan dengan PMA No. 1 Tahun 2024 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
“Sinkronisasi ini penting agar layanan inklusif yang diberikan madrasah sesuai dengan regulasi terbaru dan kebutuhan riil di lapangan,” ujar Anis.
FGD ini diselenggarakan oleh Subdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi, Direktorat KSKK Madrasah, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti analis hukum OKH Ditjen Pendis, Dit. GTK Madrasah, kepala madrasah inklusi, pengawas, praktisi pendidikan, serta konsultan dari program INOVASI.
Tujuannya adalah mengonsolidasikan dua pedoman eksisting serta menyusun petunjuk teknis (juknis) penetapan madrasah inklusif yang selaras dengan regulasi terbaru. Harapannya, madrasah akan memiliki fondasi hukum dan operasional yang kokoh dalam memberikan layanan pendidikan yang setara, inklusif, dan berkeadilan bagi seluruh anak bangsa, termasuk penyandang disabilitas.
Bagikan: