Jakarta (Pendis) --- Pengembangan Alat Peraga Edukatif (APE) dipandang penting bagi Anak Usia Dini karena mereka cenderung suka dengan permainan atau kegiatan yang menarik, dengan APE yang kreatif, anak-anak akan merasa senang dan betah untuk belajar ataupun berada di kelas serta akan meningkatkan minat anak untuk selalu berangkat ke sekolah.
Hal ini disampaikan oleh Early Childhood Care and Development (ECCD) Specialist Save the Children, Yoan Ida Ringu Paubun, dalam pelatihan Pengembangan Kapasitas Guru RA yang digelar secara daring oleh Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Rabu (30/09).
Yoan menerangkan bahwa pengelolaan APE berkaitan erat dengan keterampilan guru dalam mengelola sumber belajar. APE dikembangkan dengan tujuan agar anak-anak lebih memahami materi ajar atau menyerap ilmu dengan mudah dan dengan cara yang menarik.
“Tingkat keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan APE lebih tinggi dibandingkan dengan metode berceramah atau pengajaran satu arah,”kata Yoan, Rabu (30/09).
Menurut Yoan, tujuan utama dari penggunaan APE adalah untuk mempermudah guru dalam mengajar/ memfasilitasi pembelajaran dan mempermudah anak dalam memahami pembelajaran. “Terkadang dalam membuat APE, guru menemui kendala dalam pengumpulan alat dan bahan, akan tetapi hal tersebut bisa disiasati dengan cara menggunakan bahan bekas atau bahan daur ulang (recycle things) yang ada disekitar anak, dengan demikian diharapkan agar guru tidak menemui batasan dalam berkarya untuk menciptakan Alat Peraga yang Edukatif,” terangnya.
Selain APE, lanjut Yoan, terkait pendekatan ELM (Emegergent Literacy and Math / Keaksaraan dan Matematika Awal) yang sudah dilakukan oleh Save the Children di dunia, termasuk di Indonesia. Dikatakan bahwa 90% otak anak berkembang secara optimal di bawah usia 5 tahun atau yang biasa disebut dengan istilah Golden Age atau Usia Emas.
“Pendekatan ELM ini dimaksudkan agar anak menjadi ‘melek huruf dan melek angka’ di usia dini, pembelajaran calistung (membaca, menulis dan berhitung) dilakukan melalui perilaku yang sederhana, yaitu dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi dan numerasi,” sambung Yoan.
Dalam pendekatan ELM, lanjut Yoan, aspek perkembangan yang paling menonjol tentunya adalah aspek Bahasa dan aspek kognitif. Namun tidak berarti bahwa satu APE tidak mengandung aspek perkembangan lainnya seperti Sosio Emosional, Fisik Motorik, NAM, dan Seni.
“Namun hal tersebut sangat tergantung dari bagaimana cara guru meramu KD dan aspek perkembangan yang ingin dicapai berdasarkan Tema, Sub tema, ataupun APE yang digunakan,”pungkasnya.
Kasubdit bina GTK RA, Siti Sakdiyah, mengataakan bahwa mayoritas sekolah-sekolah RA di Jakarta sudah menggunakan APE dalam pembelajarannya, namun terkadang tidak mengetahui kebermaknaan APE tersebut dari beberapa aspek pembelajaran.
“APE sangat penting dan menjadi bridging komunikasi visual yang paling mudah ditangkap oleh anak-anak dan akan dingat selalu sampai kapanpun,” ujar Sakdiyah.
Menurut Sakdiyah, perlu ide kreatif guru dalam menggunakan APE, bahan tidak harus mahal dan dapat menggunakan bahan bekas, akan tetapi pembelajaran yang dijelaskan bisa tersampaikan ke siswa minimal dari tiga sisi yaitu literasi, numerasi dan sains. “Jika perlu dengan menambahkan nilai-nilai Ketauhidan Allah Yang Maha kuasa sudah terinternalisasi sejak dini,” pungkasnya.
(Ruri/My)
Bagikan: