Jakarta (Pendis)-- Kesenjangan mutu masih terjadi antara madrasah negeri dengan madrasah swasta. Pada saat madrasah-madrasah negeri muncul sebagai sekolah favorit di perkotaan, masih banyak madrasah swasta yang kualitasnya di bawah standar.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengungkapkan, partisipasi masyarakat sangat tinggi dalam hal pendidikan dan itu ditandai dengan tumbuh kembangnya madrasah di seluruh pelosok. Untuk itu pemerintah harus memberikan perhatian kepada mereka, di antaranya dengan memberikan jaminan mutu.
Afirmasi Kemenag dalam pembangunan madrasah khususnya swasta harus tetap dijaga dan dikembangkan. "Mereka bukan saja mitra startegis pemerintah, tapi juga cikal bakal pendidikan Indonesia yang harus dirawat," katanya.
Hal ini disampaikannya pada acara Seminar Nasional Penjaminan Mutu Madrasah Swasta yang digelar di Hotel Double Tree, Jakarta (19/11/2021). Acara yang mengambil tema "Penjaminan Mutu Madrasah Swasta" ini merupakan bagian dari serial kegiatan penyusunan peta jalan pendidikan dan kerangka regulasi penjaminan mutu madrasah swasta, hasil kerjasama Kemeterian Agama dengan World Bank dalam proyek Madrasah Reform.
Wamenag berharap, acara ini bukan hanya seminar tetapi melahirkan solusi kongkrit, tindaklanjutnya harus nyata dan segera dilaksanakan untuk mencapai indikator kinerja Kementerian Agama.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, M. Ali Ramdhani, berharap semua pihak turut mendorong terbangunnya budaya mutu pada madrasah. Saat ini jumlah madrasah swasta sekitar 92 persen dari total madarsah yang ada, dengan jumlah siswa sebanyak 9 juta.
Seminar yang melibatkan para pakar pendidikan madrasah ini diharapkan dapat menjaring sumbangan pemikiran para ahli secara kontributif. "Diskusi kita ini bukan sekedar seminar akademik, tetapi membangun dasar kebijakan untuk peta jalan pendidikan madrasah," tandasnya.
Pada acara yang dihadiri 250 peserta dari seluruh Indonesia baik secara daring maupun luring ini, terdapat tiga sesi yang mengelar tiga tema utama, yaitu manajemen mutu, peningkatan aksi, dan belajar berbasis asesmen.
Saat ini mayoritas madrasah di pelosok nusantara masih kesulitan menyetarakan mutu dengan madrasah kota. Masalah cukup komplkes, mulai insfrastruktur hingga operasional, termasuk tata kelola.
Krisis multi dimensional itu tercermin dalam suasana harian yang buruk. Misalnya lingkungan belajar, mulai kondisi kelas hingga ruang guru dan tata usaha, tidak kondusif. Sudah bagunannya jelek, penatannya semrawut dan kumuh, fasilitas dan alat pembelajaran banyak tidak tersedia. Madrasah tersebut biasanya menyandang level akreditasi C atau bahkan tidak layak akreditasi.
Salah satu Nara sumber yang bicara dalam seminar ini, Dr. Sofyan A. Gani, M.A mengungkapkan, dari banyak masalah tersebut, yang paling krusial ditangani adalah soal human resources.
Buruknya performa madrasah tak bisa lepas dari tanggungjawab Kepala Madrasah. Sebagai manager di unit pendidikan tersebut, kepala madrasah banyak tidak memenuhi standar dan gagal menciptakan suasana beajar yang bergairah. Guru yang mengajar direkrutnya sembarangan dan honor dibayar ala kadarnya.
Problem ini makin akut karena madrasah jelek cenderung ditinggalkan dan tak pernah terlibat dalam event apapun. Masalah ini rumit dan terus terjadi karena madrasah baru terus bertumbuh hanya meramaikan pasar. Ia meminta izin pendidiran madrasah yang diberikan perlu diikat dengan aturan yang ketat.
"Hal ini harus menjadi pekerjaan bersama antara pemerintah dengan swasta," tandas Ketua Pusat Pengembangan Madrasah (PPM) Aceh ini. Masalah ini, lanjut Gani, memang rumit, tetapi harus diurai satu per satu.
Hal lain yang juga mendasar adalah tidak jelasnya status Madrasah Swasta yang bukan yayasan. Banyak madrasah yang pengelolaannya tidak jelas, apakah masih milik masyarakat atau sudah milik pemerintah. Biasanya setelah mengurus izin ke Kemanag, ditempatkan kepala madrasah yang ASN dan menempatkan 1 atau 2 guru negeri.
Nah, kelayakan kepala sekolah itu harus dilihat kembali. "Kalau dia sekedar menjabat tanpa punya visi dan misi yang jelas, kondisi madrasah tidak akan pernah berubah selamanya," katanya.
Kepala Madrasah harus memiliki kreatifitas dan daya inovasi. Dengan berbagai keterbatasan mereka harus menggali sumberdaya yang mungkin dipakai, bukan hanya menunggu tetesan bantuan. Misalnya menggalang bantuan dari masyarakat, memanfaatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan Kemenag setempat, serta kerjasama dengan perguruan tinggi melalui program pengabdian masyarakat.
Saat ini Kementerian Agama telah mengarahkan perhatian kepada madrasah swasta tersebut. Maka Kemenag perlu mengagendakan pembinaan kepala madrasah swasta secara terprogram, bukan dilakukan menjelang akreditasi. Tentu saja harus ada monitoring dan avaluasi secara berkala.
Tags:
#MadrasahSwastaBagikan: