Solo (Pendis) - Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya diharapkan mampu menorehkan tinta emas sejarah peradaban bangsa. Batas-batas dunia yang semakin hilang dengan adanya teknologi informasi mendorong perubahan paradigma pendidikan agar mampu menjawab tantangan zaman, salah satunya dengan meningkatkan kompetensi guru agar mampu berdampak kepada peserta didik. Dengan program guru pembelajar, guru menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang tidak akan pernah habis perannya, teacher never ending task.
"Di tahun 1996, para pemimpin dunia berkumpul di Brussel Belgia mendeklarasikan, we are living in a global village, di tengah kekuatan geopolitik dan geokultural yang didominasi barat. Pada saat itu, mestinya nyaris mustahil muncul istilah tersebut, namun ternyata mencuat kembali di tahun 2016 ini dengan istilah yang hampir serupa maknanya, the world emerging into one single market," papar Direktur Pendidikan Madrasah M. Nurkholis Setiawan dalam arahannya di acara Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Program Guru Pembelajar Tahun 2016 di Solo (03/08/16).
Kemunculan istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak lepas dari prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang dianut bangsa-bangsa dunia, yakni untuk: 1) saling terkoneksi; 2) saling berkompetisi; dan 3) saling berkolaborasi. Hal tersebut diatas didukung dengan sangat kuat oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini. "Akibat adanya konektivitas maka muncul kompetisi, agar kompetisi berjalan tearah maka disusunlah MoU untuk bisa saling berkolaborasi satu sama lain," ujar Nurkholis.
Secara konseptual, penjelasan alumnus Eropa tersebut memberikan proyeksi bahwa dalam dunia pendidikan, guru mempunyai peran yang amat vital dalam peradaban sebuah bangsa. Terminologi desa global dan satu pasar besar dunia diatas menyiratkan agar Ditjen Pendidikan Islam mempersiapkan segala aspek infrastruktur baik fisik atau non fisik, yang dibutuhkan untuk mampu menjawab berbagai tantangan perubahan dunia yang terjadi belakangan ini. "Pertanyaannya, dalam dunia pendidikan Islam, apabila para pendidik tidak mau belajar dan masih bertahan dengan cara-cara mendidik konvensional, maka akan tertinggal. Disinilah urgensi guru pembelajar," ungkapnya.
Untuk menjadi pembelajar yang baik, menurutnya setidaknya dibutuhkan dua aspek yakni: 1) kontinuitas, yang berarti melanjutkan tradisi keilmuan yang ada; dan 2) update, yaitu ada hal-hal yang baru yang disampaikan terkait perubahan/pengembangan keilmuan. "Peradaban manusia berkembang sangat cepat dan tanpa batas, anak-anak kini menghadapi situasi yang berbeda dengan zaman dahulu, bahkan ahli pendidikan menyebut anak kita dengan sebutan borderless generation atau digital child, raganya di Indonesia, namun pikirannya sedang bercengkerama menuntut ilmu hingga ke Amerika Serikat," papar pria yang ahli 3 bahasa ini.
Oleh karena itu, Nurkholis berharap agar para guru selalu menggali pengetahuan dari berbagai sumber yang valid dan mampu mentransfer file-file ilmu tersebut kepada para siswa didiknya. Selain itu guru juga mampu melakukan improvisasi atas temuan-temuan baru baik yang sifatnya meng-afirmasi, meng-dekonstruksi maupun meng-destruksi, dengan dasar-dasar yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. "Guru pembelajar yang profesional mampu memberikan sesuatu yang lebih kepada peserta didik melalui feedback agar siswa mau dan mampu mengembangkan ilmu yang diperolehnya, tidaknya di dalam kelas tetapi juga di luar jam pelajaran kelas. Guru juga harus bisa menjadi motivator utama bagi siswa untuk menjadi manusia yang bener dan pinter, dalam artian cerdas dan cenderung berpihak kepada kebaikan," harapnya.
Kemenag berencana menjadikan program guru pembelajar tahun 2016 menjadi piloting hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan skema yang telah ditentukan, dengan ekspektasi prototipe guru pembelajar Kemenag mampu ber-diseminasi ke segala arah. Nurkholis beranggapan bahwa tugas dan tanggung jawab seorang guru memang bukan hanya sekedar profesi, melainkan menjadi agen pengubah peradaban melalui pendorong anak-anak bangsa menjadi pribadi yang melebihi zamannya. "Mustahil seorang guru merasa cukup akan ilmu yang dimilikinya, butuh upgrade tiada batas, bahkan hingga liang lahat. Guru adalah pahlawan yang bekerja tanpa akhir, never ending task!," tutupnya. (sya/dod)
Bagikan: