Lombok (Pendis) - Kembali pada ajaran dan tradisi islam merupakan jalan tengah atau solusi terhadap kajian feminis yang cenderung `kebablasan` dalam kajian pengarusutamaan gender. Artinya, secara sosiologis terjadi problem sosial dengan ditandai rendahnya angka natalitas atau rendahnya angka kelahiran di belahan negara eropa.
Demikian dikatakan oleh Direktur Pendidikan Madrasah (ditpenmad), Nur Kholis Setiawan saat memberikan materi dalam Workshop Pengarusutamaan Gender pada Madrasah di Lombok, Nusa Tenggara Barat Minggu (29/9) kemarin. "Seperti di Jerman dan Norwegia angka natalitas sangat rendah, disana lebih banyak ibu yang tidak mau melahirkan. Meski diberi semacam hadiah bagi ibu yang melahirkan, mereka tetap tidak bergeming. Ini ciri-ciri `terlalu` emansipasi," kata Kholis
Untuk itu, dalam paparannya di depan para guru madrasah, Nur Kholis mengatakan supaya para guru agar tidak mudah terpengaruh ataupun silau pada kajian gender maistreaming yang berasal dari barat tersebut. "Back to islamic tradition, kembali pada tradisi keislaman, ini kuncinya." tegasnya. "Ini menjadi PR untuk menubuhkembangkan dan mentradisikan dan untuk mencontoh tradisi keislaman supaya tidak terengah-engah dalam pemikiran barat." imbuhnya lagi.
Ia beralasan bahwa ketika terjadi `terlalu` gender maka persoalan seperti yang terjadi di masyarakat barat tadi bisa dijadikan langkah untuk merevitalisasi gender mainstreaming di barat yang belum tentu benar untuk ditiru dan di praktikkan. Sekali lagi, "jadi solusinya adalah jalan tengah, kita kembali kepada nilai-nilai keislaman dan merevitalisasi cara menggali sumber keislaman. Selanjutnya melakukan dekontruksi terhadap warisan sejarah," ujarnya.
Direktur ditpendmad itu meyakini bahwa jika pola tersebut bisa berjalan di lingkungan madrasah, dirinya optimis anak-anak madrasah akan percaya diri dan lembaga pendidikan madrasah akan menjadi tempat penyemai bagi munculnya generasi-generasi yang brilian, "jika polanya tadi dengan cara afirmasi, destruksi saya optimis madrasah tempat persemaian generasi-generasi yang brilian." pungkasnya.
Workshop Pengarusutamaan Gender pada Madrasah yang diikuti oleh sebagian besar kepala madrasah dari 20 provinsi itu berlangsung mulai tanggal 28 hingga 30 September 2013. Acara ini juga menghadirkan pembicara dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sally Astuty Wardhani, kemudian acara diakhiri sebuah petisi atau rekomendasi dari para peserta worskhop untuk mendukung program gender dimasa mendatang.
(sholla/ra)Bagikan: