Lamongan (Pendis) – Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali Ramdhani menyatakan pesantren adalah tempat yang tepat untuk menempa diri. Hal itu disampaikan Ramdhani dalam sambutannya di acara pembukaan Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) 2023 di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Selasa (11/07/2023) malam.
Ramdhani mengungkapkan, pesantren saat ini semakin mengokohkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan. Diakui dengan sadar sejarah pesantren telah menunjukkan bahwa alumni-alumni pesantren telah memasuki semua strata kepemimpinan dari masyarakat peradaban.
"Paling tidak kita bisa melihat dari lapisan yang paling bawah sampai yang paling atas,” katanya.
Presiden Indonesia, kata Ramdhani, pernah dipegang oleh alumni Pesantren yaitu, Abdurrahman Wahid. Kemudian, wakil presiden saat ini, Ma’ruf Amin adalah alumni pondok pesantren. Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas itu juga lahir dari pondok pesantren.
“Bahkan wagub Jatim lahir dari pondok pesantren,” ujarnya.
Pada strata kepemimpinan yang lain, lanjutnya, bupati ataupun wakil bupati pun pernah mengenyam indahnya dunia pesantren. Hal ini, menurutnya, menandakan bahwa dunia pesantren adalah tempat yang paling tepat bagi anak bangsa untuk menempa dirinya sebagai kawah latih agar mereka dapat mengarungi kehidupan secara baik.
Dalam sambutannya, Ramdhani juga menegaskan bahwa proses rekontekstualisasi agama itu menjadi bagian penting. Saat ini, menurutnya, banyak orang yang memahami teks keagamaan secara lexical. Dan itu kemudian menjadi referensi bagi masyarakat umum sehingga kerap kali terjadi salah paham.
Beliau meyakini bahwa agama tidak akan masuk dengan cara yang keras. Alumni dari pondok pesantren adalah mereka yang memiliki jiwa yang lembut. Karena seungguhnya kadar keilmuan seseorang tampil ketika dia mampu mengimplementasikan keilmuannya dalam perilaku-perilaku yang lembut.
“Dari pesantren kita belajar bahwa agama tidak akan pernah masuk ke ruang pribadi kita dengan cara yang keras. Dan dari pesantren kita diajarkan bahwa santri harus memiliki potret wajah yang ramah. Dia yang mengajak tidak mengejek, dia yang membina tidak menghina, dia mencinta tanpa mencerca, dia merangkul tanpa memukul,” ungkapnya.
Bagikan: