Jakarta (Pendis) - "Mulai tahun depan, MQK insya Allah akan menjadi even tahunan. Sebab, MQK ini adalah olimpiade untuk pesantren yang sesungguhnya. Kini, kita memiliki layanan pendidikan berbasis kitab kuning seperti Pendidikan Diniyah Formal, Satuan Pendidikan Muadalah, dan Mahad Aly yang itu semuanya merupakan jenis pendidikan keagamaan yang setara dan memiliki hak yang sama seperti halnya layanan pendidikan lainnya," demikian penegasan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ahmad Zayadi, saat membuka Rapat Koordinasi Dewan Hakim Musabaqah Qira`atil Kutub (MQK) Tingkat Nasional VI Tahun 2017 di Hotel Golden Boutique, Jakarta, 13 s/d 15 November 2017. Acara ini dihadiri oleh seluruh dewan hakim, panitera, dan panitia Musabaqah Qira`atil Kutub (MQK) Tingkat Nasional yang keenam.
MQK Tingkat Nasional VI tahun 2017 akan berlangsung 29 November hingga 7 Desember 2017 di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadi`in Jepara Jawa Tengah, dengan mengangkat tema "Dari Pesantren untuk Penguatan Karakter dan Kepribadian Bangsa". MQK ini merupakan kelanjutan dari kegiatan MQK yang pernah dilakukan sebelumnya. MQK pertama kali dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falah Bandung Jawa Barat pada tahun 2004, dilanjutkan pada MQK ke-2 tahun 2006 di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, dan kemudian MQK ke-3 di Pondok Pesantren Al-Falah Banjar Baru Kalimantan Selatan pada tahun 2008. Pada tahun 2011, nomenklatur MQK sempat berubah nama menjadi Musabaqah Fahmi Kutubit Turats (MUFAKaT) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tahun 2014, kembali mengunakan nomenklatur MQK yakni yang ke-5 berlangsung di pondok pesantren As`ad, Jambi.
Menurut Zayadi, MQK sudah semestinya ditempatkan lebih dari sekedar perlombaan dalam membaca, menerjemahkan, dan memahami substansi dari kitab-kitab yang diajarkan di pesantren. Akan tetapi, MQK menjadi instrumen dalam melembagakan tradisi tafaqquh fiddin di pesantren sekaligus kelembagaan pesantren itu sendiri. Dengan MQK, kitab kuning menjadi terpelihara dan berkembang dengan baik.
Penyelenggaraan MQK ini sangat penting untuk meneguhkan kajian pondok pesantren yang lebih baik. Konsentrasi terhadap penguatan kitab kuning menjadi kebutuhan mendesak bagi pesantren. Sebab, hasil penelitian Balitbang Kemenag RI menunjukkan terdapat penurunan atas kajian kitab kuning di pesantren. "Oleh karenanya, kita perlu merawat kitab kuning dan mengharuskan pesantren untuk mengkaji kitab kuning. Sebab, tanpa kajian kitab kuning bukanlah pesantren," papar doktor jebolan UPI Bandung.
Di samping itu, MQK menjadi benchmarking terutama dalam konteks standarisasi dan penjaminan mutu layanan pesantren. "Marhalah-mahalah kitab yang dilombakan di MQK menjadi instrumen dalam standarisasi kitab kuning yang berlaku di pesantren. Inilah sebagian dari manfaat MQK," papar Zayadi. (swd/dod)
Bagikan: