Jakarta (Pendis) - Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) menerima delegasi yang terdiri dari Sekretaris Kementerian Pendidikan Federal, Staff dari Negara Federal Provinsi Balochistan dan Sindh serta Koordinator dari JICA-AQAL Project di Pakistan dan Dekan Fakultas Pendidikan dari Allama Iqbal Open University Islamabad. Total peserta delegasi sebanyak 18 orang.
Rencananya pemerintah Pakistan melalui Japan Internasional Cooperation Agency (JICA)-Advancing Quality Alternative Learning (AQAL) Project di Pakistan akan melakukan benchmarking terkait penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Salafiyah. Rencananya rombongan akan mengunjungi salah satu pesantren penyelenggara pendidikan kesetaraan di Bandung, Jawa Barat pada Rabu, 13 Maret 2019.
Selain ke beberapa pesantren salafiyah penyelenggara program Pendidikan Kesetaraan, rombongan delegasi juga akan mengunjungi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berada di wilayah Bandung Jawa Barat hingga 15 Maret 2019.
Direktur PD-Pontren, Dr. Ahmad Zayadi menyambut baik kegiatan benchmarking yang diinisiasi JICA dalam upaya melihat pendidikan kesetaraan yang telah dilakukan seribu lebih pesantren salafiyah di Indonesia, "yang di Bandung nanti itu adalah salah satu contoh layanan pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh pesantren," ujarnya.
Ahmad Zayadi menjelaskan bahwa, pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh pesantren salafiyah, selama ini telah melayani program pendidikan bagi masyarakat yang selama ini tidak terjangkau oleh layanan pendidikan formal yang ada di negeri ini, melayani yang belum terlayani, reach the unreach, menjangkau yang selama ini belum terjangkau oleh layanan pendidikan formal," paparnya.
Sebagaimana penjelasan Kepala Penasihat JICA-AQAL Pakistan Chiho Ohashi, bahwa Pakistan merupakan dua negara terbesar setelah Nigeria dengan anak putus sekolah sebanyak 22,8 juta jiwa dengan rentang umur usia wajib belajar anak usia 5-16 tahun.
Selain itu, Pakistan juga merupakan Negara dengan tingkat buta aksara diatas usia 10 tahun keatas. "dan ini terus meningkat setiap tahunnya," kata Chiho.
Untuk itulah, dalam kunjungan studi di Indonesia kali diharapkan bisa meningkatkan pendidikan non-formal sebagai pendidikan alternative yang berkualitas di Pakistan. "Untuk itulah kunjungan ini dirancang untuk belajar membuat kebijakan, standar kurikulum secara efisien pada usia sekolah dasar dan menengah," tukasnya.
Sebab lanjut Chiho, Indonesia memiliki pengalaman yang banyak dalam pendidikan non-formal dengan inisiatif dan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah Indonesia. (Solla/dod)
Bagikan: