Serpong (Pendis) - Ekspektasi masyarakat terhadap Pendidikan Diniyah Formal (PDF) sangat besar. Bahkan pasca ujian akhir PDF berstandar nasional atau dikenal dengan Imtihan Wathani (IW), harapannya bisa menjadi momentum standarisasi PDF di tingkat nasional. IW akan membuktikan kepada masyarakat bahwa PDF memiliki standar tinggi. Bahkan opini publik membaca bahwa lulusan PDF memiliki kualifikasi yang sangat tinggi.
"IW adalah pengalaman pertama yang akan menjadi dasar perumusan kebijakan mendatang. Dengan IW kita punya pemetaan dan dasar kebijakan. karena sejatinya penetapan kelulusan menjadi otoritas PDF masing masing. Tetapi ada norma standar kepatutan yang kita buat bersama". Demikian yang disampaikan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren), Dr. Ahmad Zayadi dalam Workshop Pengembangan Kompetensi Ustadz pada Satuan Pendidikan Muadalah dan PDF Angkatan I di Serpong Tangerang Selatan , Kamis (05/04).
"Setelah imtihan wathani, maka kita harus merancang strategi berikutnya. Aspek apa yamg harus dibuat. Indikator serta treatmentnya seperti apa untuk menggaransikan PDF. Hanya saja semuanya perlu diikat dalam kalimat sawa` sehingga bisa menjadi standar bersama," tegas Zayadi.
Dengan berseloroh, Zayadi mengatakan bahwa forum ini bukan soal ketemu, tapi yang terpenting adalah sharing experiences. Berbagi pengalaman dalam pengelolaan PDF ini sangatlah penting. Tetapi semua berdasarkan pengalaman, kendati ada kompetensi sosial, pedagogik, profesional dan personal. Bahkan lebih lanjut workshop ini untuk berbagi informasi dan pengalaman.
Formalnya PDF adalah formal ala PDF yang berbeda dengan madrasah dan sekolah. Madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas Islam sebagai wahana mencetak lulusan yang berciri khas Islam. Saat ini produsen ulama sedang mandeg. Maka perlu ada PDF sebagai produsen tafaqquh fiddin untuk mencetak ulama.
"Keberhasilan yang dicapai dalam satuan pendidikan diniyah formal bisa menjadi inspirasi dan pembelajaran PDF lainnya. Apabila berkaca kepada PDF d Sleman Jogjakarta misalnya, maka ada sebutan sekolah tafaqquh fiddin sebagai respon pesantren terhadap zaman now," tegasnya.
Mantan Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma`had Aly ini juga mengutip sebuah fenomena akademik, salah satunya media Kompas yang menyuguhkan artikel tentang pesantren, salah satunya yang berbunyi mengapa harus kembali ke pesantren? Membuktikan bahwa pesantren menjadi barometer pembangunan karakter dan destinasi pendidikan Islam. Dan ini adalah angin baru sebagai trend perubahan zaman.
"Kalau dulu ada namanya santri transnasional yang berasal dari Asia Tenggara. Maka saat ini segmennya adalah santri dari Timur Tengah dan Afrika. Ada yang dari Maroko, Saudi, Yaman, dsb. Mereka datang untuk belajar agama di pesantren. Jadi kita percaya diri untuk membesarkan lembaga samacam PDF sebagai bagian dari pendidikan internasional yang akan diikuti oleh mereka," papar Zayadi
Workshop ini dihadiri oleh seluruh PDF se-Indonesia yang tersebar di 59 titik. Mereka hadir selama tiga hari dan akan melakukan sharing ide dan gagasan. Hadir sebagai narasumber, Prof. Dr. Hadi Hidayat, Guru Besar PBA dan Teori-Teori Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Ahmad Zayadi selaku Direktur PD-Pontren; Dr. Ainurrafik Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly saat ini; Agus Umar selaku Kasi Kelembagaan, Kerjasama dan Sarpras PDMA; dan Dr. Musolli selaku Ketua Asosiasi PDF se-Indonesia. (rfq/dod)
Bagikan: