Jepara (Pendis) - Musabaqoh Qiro`atil Kutub (MQK) Nasional ke VI 2017 di Pondok Pesantren Roudhotul Mubtadi`in, Jepara, mengadakan Debat Konstitusi Berbasis Kitab Kuning. Peserta Debat merupakan mahasiswa Ma`had Aly di tanah air yang telah mendapatkan izin operasional dari Kementerian Agama. Prof Yudian Wahyudi menuturkan, bahwa Ma`had Ali merupakan salah satu tulang pungggung pelestarian tradisi ulama versi pesantren.
"Kalau yang versi sekolah, sudah ada di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)," ujar Yudian Wahyudi, Rektor UIN Sunan Kalijaga, saat memberikan Closing Statement dalam mengadakan Debat Konstitusi Berbasis Kitab Kuning, Jepara, Ahad (03/12).
Menurut Yudian, di PTKI kurikulumnnya lebih mengarah pada kurikulum negara. Sehingga bagian-bagian (kajian) kitab kuningnya lebih terhimpit. "PTKI itu melahirkan sarjana-sarjana baru dengan ilmu baru, tetapi tradisi kitab kuning sebagai tonggak utama keulamaan di Indonesia tersingkir," ujar Yudian.
Dikatakan Yudian, jika sebelumnya dalam MQK hanya membaca kitab kuning, tahun ini ada debat. Berarti ada masalah yang di perdebatkan. Terlebih permasalahan konstitusi, jadi ini adalah kemajuan yang luar biasa. Dalam debat, peserta diharuskan menulis makalah. "Salah satu kekuatan pesantren adalah penguatan menghafal, kuat pidato tapi lemah dalam menulis," sambungnnya. "MQK, menjembatani antara tradisi menghafal, pidato dengan menulis," imbuh Yudian.
Dalam debat, lanjut Yudian, satu masalah dapat dilihat dalam berbagai aspek ilmu, seperti ilmu ushul fikih. "Ushul fikih itu hampir punah di PTKI, saat ini orang bicara pakai ushul fikih seperti alergi. Orang lebih suka pakai metode lain dalam membaca masalah. Padahal, metode asli salah satu penemuan peradaban islam adalah ushul fikih," terang Yudian.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren), Ahmad Zayadi, di kesempatan lain, menjelaskan bahwa debat ini menjadi salah satu ikhtiar Kemenag untuk meneguhkan semangat nasionalisme dan kebangsaan berbasis pemahaman keislaman, terutama merujuk pada literatur kitab kuning di pondok pesantren.
"Kita ingin menunjukan bahwa isu-isu konstitusi sangat familiar dan relevan dengan kandungan kitab kuning. Serta konsep standar dalam kitab kuning dapat menjadi rujukan alternatif kehidupan berbangsa dan bernegara," imbuh Zayadi. (maryani/dod)
Bagikan: